Rabu, 03 April 2013

Proposal Akuntansi Syariah


Judul :     Analisis Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 108 Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah (Studi Kasus pada PT. Asuransi Takaful Pekanbaru).

A.    Latar Belakang
Asuransi syariah pertama di dunia, didirikan di Sudan pada tahun 1979 dengan nama Sudanese Islamic Insurance. Lalu disusul dengan berdirinya asuransi syariah di Arab Saudi yang bernama The Islamic Arab Insurance Co. pada tahun 1980. Pada tahun 1983, The Islamic Takaful Company of Luxemburg didirikan di Bahamas. Dan selanjutnya negara-negara lain seperti Bahrain, Brunei Darussalam, Singapura, Malaysia, dan Indonesia juga menyusul mendirikan asuransi syariah.
Malaysia adalah negara yang mempelopori berdirinya asuransi syariah di Asia Tenggara, yaitu dengan berdirinya Syarikat Takaful Malaysia Berhad pada tanggal 29 November 1984, yang kemudian disusul oleh berdirinya asuransi syariah di negara-negara asia tenggara lainnya termasuk Indonesia.
Pada Juli 1992, berdirilah Bank Muamalat yang merupakan bank syariah murni pertama di Indonesia. Kegiatan operasional bank syariah tidak bisa lepas dari praktik asuransi syariah. Oleh karena itu pada tanggal 24 Februari 1994 berdirilah PT Syarikat Takaful Indonesia sebagai hasil dari kerjasama berbagai pihak seperti TEPATI, Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), Bank Muamalat, Asuransi Tugu Mandiri, dan Departemen Keuangan, dengan dua anak perusahaan yaitu PT Asuransi Takaful Keluarga dan PT Asuransi Takaful Umum.
Takaful Keluarga kemudian diresmikan oleh Menteri Keuangan saat itu, Mar’ie Muhammad melalui SK Menkeu No. Kep-385/KMK.017/1994 (Abdul, 2010 : 239) dan mulai beroperasi sejak 25 Agustus 1994. Sedangkan Takaful Umum diresmikan oleh Menristek/Ketua BPPT Prof. Dr. B.J. Habibie selaku ketua sekaligus pendiri ICMI dan mulai beroperasi pada 2 Juni 1995. Sejak saat itu, Takaful Keluarga dan Takaful Umum berkembang menjadi salah satu perusahaan asuransi syariah terkemuka di Indonesia.
Sebenarnya konsep Asuransi Islam bukanlah hal yang baru, karena sudah ada sejak zaman Rasulullah yang disebut dengan aqila. Bahkan menurut Abdul (2010:237) masyarakat Arab kuno mengenal prinsip asuransi sejak dahulu kala, ketika kehidupan masih didominasi oleh berbagai suku-suku, saling serang, dan penculikan masih sering terjadi. Wanita dan anak-anak merupakan sasaran penculikan yang paling sering. Dari hasil penculikan anak-anak dan wanita tersebut nantinya penculik dapat meminta uang tebusan kepada pihak yang kehilangan. Apabila ternyata ditengah jalan tawanan tersebut terbunuh maka akan berlaku uang darah (uang ganti rugi) yang akan dibayarkan oleh pihak yang membunuh kepada pihak yang terbunuh. Dari sinilah asal muasal asuransi mutual mulai terbentuk.
Dasar-dasar Asuransi mutual adalah anggota baik secara individu maupun secara bersama-sama sebagai penanggung sekaligus tertanggung. Ditinjau dari sifat organinsasinya, tidak ada maksud-maksud mencari keuntungan juga tidak ada maksud eksploitasi memperkaya salah satu pihak dengan memeras yang lain.
Lembaga Asuransi memang telah lama dikenal masyarakat dunia, khususnya masyarakat Indonesia. Meskipun perkembangannya tidak sehebat perkembangan perbankan atau lembaga keuangan lainnya. Sebenarnya masyarakat mulai mengenal asuransi itu sebagai salah satu lembaga yang mengelola dana tertentu dengan maksud dan tujuan tertentu pula.
Asuransi Islam yang sedang berkembang di Indonesia akhir-akhir ini adalah Asuransi Takaful (Zaidi, 2003 : 88). Sebenarnya Asuransi ini sama seperti Asuransi-asuransi yang sudah operasional sebelumnya, seperti Asuransi Bumi Putera, Asuransi Jiwasraya, Asuransi Jasindo dan Asuransi-asuransi lainnya.
Takaful dalam pengertian muamalah ialah saling memikul risiko diantara sesama orang sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya (Sula, 2004 : 33). Saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar saling menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru’ dana ibadah, sumbangan, derma yang ditujukan untuk menanggung resiko.
Dewan Syariah Nasional pada tahun 2001 telah mengeluarkan fatwa mengenai Asuransi Syariah. Dalam Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 Bagian Pertama Mengenai Ketentuan Umum angka 1, disebutkan pengertian Asuransi Syariah (ta’min, takaful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan /atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melaului akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah (Wirdyaningsih, 2005 : 178).
Pada prinsipnya, prinsip operasional Asuransi Syariah, berbeda dengan Asuransi Konvensional, Asuransi Syariah harus beroperasi sesuai dengan prinsip Syariat Islam dengan cara menghilangkan sama sekali kemungkinan terjadinya unsure-unsur gharar, maisir, dan riba (wirdyaningsih, 2005 : 207).
Untuk mengetahui bagaimana system operasionalnya, disini dapat digambarkan bahwa “Dana yang terkumpul dari para peserta, diinvestasikan sesuai dengan prinsip syariah, kemudian hasil yang diperoleh dilakukan dengan cara mudharabah, dibagi untuk seluruh peserta (pemegang polis) dan untuk perusahaan” (Zaidi, 2003 : 95). Bisa 40% untuk peserta dan 60% untuk perusahaan atau sebaliknya, bergantung pada akad perjanjian.
Sebagai penegasan kembali dalam melihat perbandingan antara Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional dapat dilihat table sebagai berikut :
Table 1
Perbandingan antara Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional

No
Asuransi Konvensional
Asuransi Syariah
1
Tidak ada kepastian karena tidak ada akad yang melandasinya.
Ada kepastian, karena adanya akad tabaddul (jual beli) atau akad takaful (tolong menolong).
2
Ada unsur judi.
Unsur amanah.
3
Ada unsur riba.
Tidak ada unsur riba, karena menggunakan cara bagi hasil

Dari sekian banyak perbedaan yang ada, perbedaan yang mendasar antara asuransi syariah dengan asuransi konvensional di antaranya adalah, pertama, karena di dalam asuransi syariah mekanisme penanganan risikonya adalah sharing of risk dimana antar sesama peserta saling membantu dan menanggumg terhadap risiko yang mungkin akan terjadi, sedangkan dalm asuransi konvensional mekanismenya adalah transfer of risk dimana peserta memindahkan risikonya kepada perusahaan asuransi dengan membayar sejumlah premi.
Yang kedua adalah dalam hal akad atau perjanjian. Dalam asuransi syariah, akad yang digunakan ada dua, yaitu akad tabarru’ yang digunakan antar sesama peserta asuransi dengan tujuan kebajikan dan akad tijarah yang digunakan antara peserta dengan perusahaan asuransi(Sula, 2004 : 43). Sedangkan dalam asuransi konvensional, akad yang digunakan adalah akad jual-beli dimana perusahaan asuransi menjual perlindungan atas risiko yang tidak pasti dengan menerima pembayaran premi dari peserta.
Perbedaan yang ketiga adalah mengenai pengelolaan dana. Di dalam asuransi syariah, premi yang diterima dari peserta bukan merupakan pendapatan bagi perusahaan. Premi tersebut akan diklasifikasikan sebagai pendapatan dana tabarru’. Perusahaan hanya bertugas untuk mengelola dana tersebut di antaranya adalah untuk pembayaran klaim, sedangkan pendapatan perusahaan berasal dari transaksi yang menggunakan akad wakalah bil ujrah atau yang menggunakan akad mudharabah. Sedangkan pada asuransi konvensional, premi yang diterima dari peserta merupakan milik perusahaan seluruhnya.
Perusahaan harus memisahkan dana peserta Asuransi (tertanggung) dengan dana pengelola (dana perusahaan). Dana Peserta adalah semua dana baik berupa dana tabarru’ maupun dana investasi dana tabarru’.

Dengan lahirnya PSAK 108 melengkapi komitmen Asuransi Takaful dalam bertransaksi syariah secara amanah dan professional. Sebagai pelopor Asuransi Syariah pertama di Indonesia, Asuransi Takaful terus berkomitmen menjalankan sistem keuangan syariah. Komitmen perusahaan ini diwujudkan salah satunya dengan bertransaksi syariah yang dicerminkan melalui penyajikan laporan keuangan syariah berdasarkan PSAK 108 (Penyataan Standar Akuntansi keuangan) tentang Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah.
Penulis memilih PT Asuransi Takaful Keluarga sebagai tempat untuk melakukan penelitian skripsi karena penulis merasa sebagai perusahaan asuransi murni syariah pertama dan tertua di Indonesia,  PT Asuransi Takaful Keluarga dapat lebih stabil dalam melakukan  penyesuaian dengan perubahan yang terjadi. Penulis ingin meneliti bagaimana perusahaan mengakui, mengukur, menyajikan, dan mengungkapkan pendapatannya, bagaimana perusahaan menginvestasikan dana yang dimilikinya dan bagaimana perusahaan melakukan bagi hasil atas investasinya dengan para peserta, serta bagaimana perusahaan mengklasifikasikan pendapatannya dalam laporan keuangan perusahaan.

Karena penerapan standar akuntansi keuangan ini masih dikatakan baru, maka perlu diteliti apakah standar ini sudah diterapkan dalam laporan keuangan PT. Asuransi Takaful Keluarga, jika sudah diterapkan apakah sudah sesuai dengan perlakuan akuntansi berdasarkan PSAK 108. Dan sejak kapan standar ini diterapkan.
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, penulis ingin meneliti lebih dalam tentang Penerapan Standar Akuntansi Keuangan pada penyusunan laporan keuangan perusahaan Asuransi Takaful. Untuk itu penulis mengungkapkan latar belakang permasalah ini dalam bentuk proposal dengan judul “Analisis Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 108 Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah (Studi Kasus Pada PT. Asuransi Takaful Pekanbaru)”.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang perlu dikemukakan dalam penelitian ini adalah:
“Bagaimana penerapan pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) nomor 108 akuntansi transaksi asuransi syariah pada PT. Asuransi Takaful Pekanbaru?”


C.    Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) nomor 108 akuntansi transaksi asuransi syariah dan sudah sesuaikah penerapannya dengan syariat islam.



D.    Kegunaan Penelitian
Proses penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada peneliti secara pribadi dan kepada semua pihak yang berkepentingan, serta membuka wawasan komponen kepada masyarakat, terutama masyarakat Indonesia. Agar hidupnya bisa terjamin melalui asuransi syariah yang menerapkan system syariah dan kaffah (sempurna).
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1.      Bagi penulis/ peneliti.
Peneliti ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru bagi peneliti tentang pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) nomor 108 akuntansi transaksi asuransi syariah.
2.      Bagi perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna sehingga bisa digunakan sebagai dasar pertimbangan bagi perusahaan dalam menciptakan produk-produk baru, sehingga diversifikasi produk lebih banyak dan produk-produk baru tersebut punya nilai lebih (Added Value) dibandingkan produk yang dimiliki oleh asuransi konvensional pada umumnya.
3.      Bagi masyarakat luas / pihak lain
Sebagai pertimbangan untuk memilih asuransi syariah dengan system bebas dari “magrib” (maisir, gharar, dan riba).







E.     Metode Penelitian
1.      Wilayah Penelitian
Adapun wilayah penelitian ini dilaksanakan di PT. Asuransi Takaful Indonesia, jalan Tuanku Tambusai Blok A-6, Komplek Taman Mella Pekanbaru, Riau.
2.      Jenis Penelitian
Metode yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Menurut Sugiyono (2004) metode deskriptif analisis adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.
3.      Data dan Sumber Data
Untuk memperoleh data yang obyektif dan valid, data yang dikumpulkan adalah berupa data kualitatif yang terdiri dari sejumlah data primer dan data sekunder.
a.       Data Primer
Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli/tidak media perantara (Etta, 2010 : 44). Data primer dapat berupa opini subyek (orang) secara individu atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian.
Kelebihan penggunaan sumber data primer adalah peneliti dapat mengumpulkan data sesuai dengan yang di inginkan, karena data yang tidak relevan dapat dieliminasi atau setidaknya dikurangi. Kemudian, data yang diperoleh lebih akurat, tetap memerlukan waktu, tenaga, dan biaya yang lebih besar dibanding jika peneliti menggunakan data sekunder.
b.      Data Sekunder
Menurut Mudrajad Kuncoro (2003:127) data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain. Data sekunder berupa data catatan-catatan manual, laporan keuangan serta bukti-bukti pendukung lainnya.
4.      Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
1.      Wawancara
Wawancara adalah cara pengumpulan data yang dilakukan dengan bertanya dan mendengarkan jawaban langsung dari sumber utama data (Ronny, 2009 : 186).
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur, dimana pewawancara dan mereka yang diwawancarai berbicara dengan santai dan pertanyaan bisa muncul ketika sedang dalam pembicaraan. Tidak ada daftar pertanyan yang harus diikuti dengan ketat.
2.      Observasi
Observasi adalah salah satu cara untuk memperoleh data primer (Ronny, 2009 : 184). Disini peneliti sambil mengamati, juga berpartisipasi pada aktifitas mereka yang diamati dan mereka juga mengetahui kalau sedang diamati.

3.      Studi Literatur
Keberadaan kajian literatur dalam suatu laporan penelitian seperti skripsi dapat menghindarkan terjadinya duplikasi suati penelitian (Etta, 2010 : 125). Setiap penelitian memerlukan pendekatan teori dan literature yang cocok.
Sumber yang harus dipelajari untuk suatu penelitian tentu banyak. Disini peneliti sebelum atau ketika melaksanakan penelitian, apabila menemukan referensi berkenaan dengan masalah yang diteliti, mencatat dan mengumpulkan sumber referensi tersebut.
F.     Sistematika Penulisan
Untuk memberikan kemudahan dalam penyusunan proposal ini, maka sebagai kerangka acuan penulis uraikan menjadi lima bab yang dikemukakan sebagai berikut:
BAB I         : Pendahuluan
Pada bab ini berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II        : Telaah Pustaka
Pada bab ini berisikan telaah pustaka yang merupakan landasan teori yang menyangkut referensi-referensi dan buku-buku dengan permasalahan yang akan dibahas oleh peneliti.
BAB III      : Gambaran Umum Perusahaan
Pada bab ini berisikan tentang gambaran umum tentang perusahaan asuransi takaful Pekanbaru.

BAB IV      : Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada bab ini membahas mengenai hasil dari penelitian yang dilakukan dan pembahasan serta Analisis Penerapan PSAK 108 pada Laporan Keuangan Asuransi Takaful.
BAB V        : Penutup
Pada bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian serta kritik dan saran yang membangun bagi objek penelitian agar bisa lebih baik lagi kedepannya.

G.    Telaah Pustaka
1.      Asuransi Syariah
1.1.Pengertian Asuransi
Sesuai dengan ketetapan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, definisi asuransi adalah:
Perjanjian antara dua pihak atau lebih, di mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti; atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.


1.2.Pengertian Asuransi Syariah
Saat ini eksistensi asuransi syariah di Indonesia masih didasarkan pada Surat Keputusan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan Nomor: Kep. 4499/LK/2000 tentang jenis, penilaian, dan pembatasan investasi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan sistem syariah.
Sedangkan pedoman umum mengenai asuransi syariah diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor 21/DSN-MUI/X/2001. Tujuan adanya fatwa ini adalah sebagai panduan awal operasional asuransi syariah di Indonesia. Berdasarkan ketetapan pertama mengenai ketentuan umum poin pertama yang terdapat di dalam pedoman umum ini, disebutkan bahwa definisi asuransi syariah adalah:
Usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Menurut PSAK 108, paragraf 7, definisi asuransi syariah adalah:
Sistem menyeluruh yang pesertanya mendonasikan sebagian atau seluruh kontribusinya yang digunakan untuk membayar klaim atas kerugian akibat musibah pada jiwa, badan, atau benda yang dialami oleh sebagian peserta yang lain. Donasi tersebut merupakan donasi bersyarat yang harus dipertanggungjawabkan oleh entitas asuransi syariah. Peranan entitas asuransi syariah dibatasi hanya mengelola operasi asuransi dan menginvestasikan dana peserta.

1.3.Landasan Asuransi Syariah (Takaful)
A.    Al-Qur’an
Apabila dilihat sepintas keseluruhan ayat Al-Qur’an, tidak terdapat satu ayat punyang menyebutkan istilah Asuransi seperti yang kita kenal sekarang ini, baik istilah “al-ta’min” ataupun “al-takaful” (Wirdyaningsih, 2005 : 236).  Namun demikian, walaupun tidak menyebut secara tegas, terdapat ayat yang menjelaskan tentang konsep asuransi dan yang mempunyai muatan nilai-nilai dasar yang ada dalam praktik Asuransi. Sedangkan perintah Allah untuk mempersiapkan hari depan terdapat dalam firman Allah QS. Al-Hasyr, ayat 18, yaitu :
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah maha mengetahui yang kamu kerjakan”.
B.     Sunnah Nabi SAW
Nabi Muhammad SAW sangat memperhatikan kehidupan yang akan terjadi di masa datang (future time) dengan cara mempersiapkan sejak dini bekal yang harus diperlukan untuk kehidupan dan keturunan (ahli waris) nya dimasa yang akan datang. Seperti yang dijelaskan Nabi dalm hadisnya, yang artinya :
“Diriwayatkan dari Amir bin Sa’ad bin Abi Waqasy, telah bersabda Rasulullah SAW : ‘Lebih baik jika engkau meninggalkan anak-anak kamu (ahli waris) dalam keadaan kaya raya, dari pada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin (kelaparan) yang meminta-minta kepada manusia lainnya”. (HR. Bukhari)
C.     Ijma’
Para sahabat telah melakukan ittifaq (kesepakatan) dalam hal aqilah yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab. Adanya ijma’ atau kesepakatan ini tampak dengan tidak adanya sahabat lain yang menentang pelaksanaan aqilah ini (wirdyaningsih, 2005 : 242). Aqilah adalah iuran darah yang dilakukan oleh keluarga dari pihak laki-laki (ashabah) dari sipembunuh (orang yang menyebabkan kematian orang lain secara tidak sewenang-wenang).

1.4.Perbedaan Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional
Menurut Syakir Sula (2004:293), terdapat beberapa perbedaan antara Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional yang dijelaskan dalam tabel sebagai berikut:


Tabel 2
Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional

No.
Hal yang Membedakan
Asuransi Konvensional
Asuransi Syariah
1.
Konsep
Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung atas klaim yang diajukan.
Sekumpulan orang yang saling membantu, saling menjamin, dan bekerja sama, dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru’.
2.
Unsur Gharar, Maisir, dan Riba
Masih terdapat adanya unsur gharar, maisir, dan riba.
Harus bersih dari segala praktik gharar, maisir, dan riba.
3.
Dewan Pengawas Syariah
Tidak ada, hanya diawasi oleh  Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan Pemerintah.
Ada, yang berfungsi untuk mengawasi pelaksanaan operasional perusahaan agar terbebas dari praktik-praktik muamalah yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
4.
Akad
Akad jual beli (akad mu’awadhah, akad  idz’aan, akad gharar, dan akad mulzim)
Akad tabarru’ dan akad tijarah (mudharabah, wakalah, wadiah, syirkah, dan sebagainya).
5.
Penanganan Risiko
Transfer of Risk, di mana terjadi perpindahan risiko dari tertanggung kepada penanggung.
Sharing of  Risk, di mana terjadi proses saling menanggung risiko antara satu peserta dengan peserta lainnya.
6.
Pengelolaan Dana
Tidak ada pemisahan dana, antara dana peserta dengan dana perusahaan yang berakibat terjadinya dana hangus.
Terdapat pemisahan antara dana tabarru’ dengan dana perusahaan, sehingga tidak mengenal istilah dana hangus.
7.
Investasi
Bebas melakukan investasi dalam batas-batas  ketentuan perundang-undangan, dan tidak dibatasi pada halal dan haramnya objek atau sistem investasi yang digunakan.
Dapat melakukan investasi sesuai ketentuan perundang-undangan, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah Islam. bebas dari riba dan tempat-tempat investasi yang terlarang.
8.
Kepemilikan Dana
Dana yang terkumpul dari premi tertanggung  seluruhnya menjadi milik perusahaan. Perusahaan bebas menggunakan dan menginvestasikan ke mana saja.
Dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau kontribusi, tetap merupakan milik peserta, entitas asuransi syariah hanya sebagai pemegang amanah dalam mengelola dana tersebut.
9.
Sumber Pembayaran Klaim
Berasal dari rekening perusahaan, sebagai konsekuensi penanggung terhadap tertanggung.
Sumbernya diperoleh dari rekening tabarru’, di mana peserta saling menanggung. Jika salah satu peserta mendapat musibah, maka peserta lainnya ikut menanggung bersama risiko tersebut.
10.
Keuntungan (Profit)
Diperoleh dari surplus underwriting, komisi reasuransi, dan hasil investasi seluruhnya adalah keuntungan perusahaan.
Diperoleh dari surplus underwriting, komisi reasuransi, dan hasil investasi, bukan seluruhnya menjadi milik perusahaan, tetapi dilakukan bagi hasil dengan peserta.
Sumber: Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General), 2004.
1.      Konsep
Dalam asuransi konvensional, konsepnya adalah untuk mengurangi risiko individu atau institusi (tertanggung) dan mengalihkannya kepada perusahaan asuransi (penanggung) melalui suatu perjanjian (kontrak). Tertanggung membayar sejumlah uang sebagai tanda perikatan, dan penanggung berjanji membayar ganti rugi sekiranya terjadi suatu peristiwa sebagaimana yang diperjanjikan dalam kontrak asuransi (polis).
Sedangkan konsep asuransi syariah adalah terjadinya saling memikul risiko di antara sesama peserta. Sehingga, antara satu peserta dengan yang lainnya menjadi penanggung atas risiko yang muncul. Saling pikul risiko ini dilakukan atas dasar saling menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing peserta mengeluarkan dana tabarru’ atau dana kebajikan yang ditujukan untuk menanggung risiko. Definisi ini sesuai dengan Firman Allah yang tertuang dalam QS. Al-Maidah ayat 2:
(#qçRur$yès?ur n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ
Artinya:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”

2.      Unsur Gharar, Maisir, dan Riba
Semua asuransi konvensional yang ada saat ini masih mengandung unsur gharar, maisir, dan riba. Gharar terjadi apabila, antara tertanggung dan penanggung saling tidak mengetahui apa yang akan terjadi, kapan musibah akan menimpa, dan sebagainya. Inilah yang disebut gharar atau ketidakjelasan atau ketidakpastian yang dilarang dalam Islam, karena asuransi konvensional telah ‘menjual’ ketidakpastian dengan kepastian.
Secara harfiah, maisir memiliki makna memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja. Maisir disebut juga berjudi. Dalam industri asuransi konvensional, maisir dapat terjadi dalam tiga hal, yaitu:
a.      Ketika seorang pemegang polis mendadak terkena musibah sehingga memperoleh hasil klaim, padahal baru sebentar menjadi klien asuransi dan baru sedikit membayar premi. Jika ini terjadi, nasabah diuntungkan.
b.      Sebaliknya, jika hingga akhir masa perjanjian tidak terjadi sesuatu, sementara ia sudah membayar premi secara penuh/lunas, maka perusahaanlah yang diuntungkan.
c.      Apabila pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu membatalkan kontraknya sebelum masa reversing period, maka yang bersangkutan tidak akan menerima kembali uang yang telah dibayarkan atau uangnya dianggap hangus.

Riba secara teknis artinya adalah pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Menurut Syeikh Yusuf Al-Qardhawi yang dikemukakan oleh Muhammad Syakir Sula (2004:299), asuransi konvensional itu sama dengan judi, karena tertanggung mengharapkan harta jaminan atau tanggungan melebihi jumlah pembayaran preminya. Oleh sebab itu, dalam asuransi tersebut juga ada unsur ribanya. Kemudian terdapat unsur gharar dalam perhitungan uang yang akan dikembalikan, karena sangat bergantung pada perkembangan saat tanggungan itu harus dibayarkan penanggung.
Asuransi syariah, harus terbebas dari tiga unsur tersebut. Hal ini dapat dilihat dalam sistem operasional yang dilakukan, di mana dalam mekanisme pengelolaan dananya ada pemisahan antara dana perusahaan dengan dana  tabarru’ peserta secara kolektif. Tujuan dari pemisahan ini untuk menghindarkan adanya pencampuran dana. Sehingga, asuransi syariah dapat terhindar dari maisir dan gharar. Adapun masalah riba dapat dieliminasi dengan menggunakan instrumen syariah sebagai pengganti sistem riba, misalnya mudharabah, wadiah, wakalah, dan sebagainya.
       Larangan terhadap berjudi terdapat dalam QS. Al-Maidah:90 sebagai berikut:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä $yJ¯RÎ) ãôJsƒø:$# çŽÅ£øŠyJø9$#ur Ü>$|ÁRF{$#ur ãN»s9øF{$#ur Ó§ô_Í ô`ÏiB È@yJtã Ç`»sÜø¤±9$# çnqç7Ï^tGô_$$sù öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÒÉÈ


Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
Sedangkan larangan terhadap riba terdapat dalam banyak ayat, salah satunya adalah seperti yang terdapat dalam QS. Al-Baqarah:278-279 seperti beikut:
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#râsŒur $tB uÅ+t/ z`ÏB (##qt/Ìh9$# bÎ) OçFZä. tûüÏZÏB÷sB ÇËÐÑÈ bÎ*sù öN©9 (#qè=yèøÿs? (#qçRsŒù'sù 5>öysÎ/ z`ÏiB «!$# ¾Ï&Î!qßuur ( bÎ)ur óOçFö6è? öNà6n=sù â¨râäâ öNà6Ï9ºuqøBr& Ÿw šcqßJÎ=ôàs? Ÿwur šcqßJn=ôàè? ÇËÐÒÈ $ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#râsŒur $tB uÅ+t/ z`ÏB (##qt/Ìh9$# bÎ) OçFZä. tûüÏZÏB÷sB ÇËÐÑÈ bÎ*sù öN©9 (#qè=yèøÿs? (#qçRsŒù'sù 5>öysÎ/ z`ÏiB «!$# ¾Ï&Î!qßuur ( bÎ)ur óOçFö6è? öNà6n=sù â¨râäâ öNà6Ï9ºuqøBr& Ÿw šcqßJÎ=ôàs? Ÿwur šcqßJn=ôàè? ÇËÐÒÈ
Artinya :
“Hai orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”


3.      Dewan Pengawas Syariah
Asuransi konvensional tidak memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) untuk mengawasi hal-hal yang terkait dengan prinsip-prinsip muammalah serta akad-akad dalam transaksi asuransi. Namun demikian, bukan berarti asuransi konvensional tersebut tanpa aturan, karena ia diatur oleh negara di dalam Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan Pemerintah.
Dewan Pengawas Syariah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Peran utamanya adalah untuk mengawasi jalannya operasional sehari-hari Lembaga Keuangan Syariah (LKS) agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah.
Fungsi DPS adalah: (1) melakukan pengawasan secara periodik pada LKS yang berada di bawah pengawasannya, (2) berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan LKS kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN, (3) melaporkan perkembangan produk dan operasional LKS yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran, (4) merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan-pembahasan DSN.
4.      Akad atau Perjanjian
Akad pada asuransi konvensional adalah akad mu’awadhah, yaitu suatu kontrak atau perjanjian di mana pihak yang memberikan sesuatu kepada pihak lain, berhak menerima penggantian dari pihak yang diberinya. Penanggung memperoleh premi-premi asuransi sebagai pengganti dari uang pertanggungan yang telah dijanjikan pembayarannya. Sedangkan tertanggung memperoleh uang pertangungan jika terjadi peristiwa atau bencana sebagai pengganti dari premi-premi yang telah dibayarkannya.
Dalam asuransi syariah, akad yang digunakan adalah akad tijarah dan/atau akad tabarru’. Akad tijarah yang dimaksud adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersil, misalnya mudharabah, musyarakah, kafalah, wakalah, dan jua’lah. Sedangkan akad tabarru’ adalah semua bentuk yang dilakukan untuk tujuan kebaikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersil. Dalam akad tabarru’, peserta memberikan derma dengan tujuan untuk membantu seseorang yang sedang dalam kesusahan yang sangat dianjurkan dalam syariat Islam.
5.      Penanganan Risiko
Menurut Abdullah Amrin (2011:43), dalam asuransi konvensional, terjadi perpindahan risiko (transfer of risk) dari nasabah kepada perusahaan. Sebagai gantinya, perusahaan akan menerima uang premi dari nasabah, dan nasabah akan memperoleh perlindungan dari suatu kejadian. Premi asuransi tersebut merupakan prasyarat adanya perjanjian asuransi, karena tanpa adanya premi tidak akan ada asuransi (No Premium, No Insurance).
Menurut Syakir Sula (2004:303), proses hubungan peserta dan perusahaan dalam mekanisme pertanggungan pada asuransi syariah adalah saling menanggung risiko (sharing of risk). Apabila terjadi musibah, maka semua peserta asuransi syariah saling menanggung risiko tersebut. Dengan demikian, tidak terjadi perpindahan risiko dari peserta ke perusahaan karena dalam praktiknya, kontribusi (premi) yang dibayar oleh peserta tidak terjadi apa yang disebut transfer of fund, karena status kepemilikan dana tersebut tetap melekat pada peserta sebagai pemilik dana.
Gambar 1
Konsep Perpindahan Risiko dalam Asuransi Konvensional

Klaim di bayar oleh penanggung ke tertanggung






Resiko dipindahkan ke penanggung dengan imbalan premi
TERTANGGUNG
RESIKO 1
RESIKO 2
PENANGGUNG
RESIKO 3
 



















              Sumber: Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syariah, 2006       



Gambar 2
Konsep Berbagi Risiko Dalam Asuransi Syariah





PESERTA
RESIKO 1
RESIKO 2
Entitas pengelola asuransi syariah
RESIKO 3
Dana takaful (kontribusi dikumpulkan disini, klaim jg dibayar dari dana ini)
 



                                          Pembayaran Klaim











         Sumber: Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syariah, 2006

6.      Pengelolaan Dana
Dalam asuransi konvensional, tidak ada pemisahan antara dana peserta dengan dana tabarru’. Semua bercampur menjadi satu dan status dana tersebut menjadi dana perusahaan. Sebagai akibatnya, peserta tidak dapat dengan leluasa mengambil kembali dananya pada saat-saat mendesak untuk produk asuransi jiwa yang mengandung saving, kecuali dalam status meminjam (pinjaman polis).
Pada asuransi syariah, untuk produk-produk yang mengandung unsur saving (tabungan), dana yang dibayarkan peserta langsung dibagi ke dalam dua rekening, yaitu rekening peserta dan rekening tabarru’. Kemudian total dana diinvestasikan, dan hasil investasi dibagi secara proporsional antara peserta dengan entitas pengelola berdasarkan skema bagi hasil yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan untuk produk yang tidak mengandung unsur tabungan, total kontribusi dana dari peserta diinvestasikan, kemudian hasil investasi dibagi antara peserta dengan entitas pengelola sesuai skema bagi hasil yang telah ditetapkan.
7.      Investasi Dana
Menurut peraturan pemerintah, investasi wajib dilakukan pada jenis investasi yang aman dan menguntungkan serta memiliki likuiditas yang sesuai dengan kewajiban yang harus dipenuhi.
Sedangkan asuransi syariah hanya boleh menginvestasikan dananya kepada Bank-Bank Syariah, Obligasi Syariah, Pasar Modal Syariah, Leasing Syariah, Pegadaian Syariah, serta instrumen bisnis lainnya dengan tetap menggunakan akad-akad yang dibenarkan oleh syariat Islam.
8.      Kepemilikan Dana
Dalam asuransi konvensional, dana yang terkumpul dari premi peserta seluruhnya menjadi milik perusahaan. Perusahaan bebas menggunakan dan menginvestasikan dana tersebut kemana saja.
Sedangkan dalam asuransi syariah, dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk kontribusi merupakan milik peserta. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah dalam mengelola. Dana tersebut, kecuali dana tabarru’, dapat diambil kapan saja oleh peserta dan tidak dikenakan biaya apapun.


9.      Sumber Pembayaran Klaim
Pada asuransi konvensional, sumber pembayaran klaim adalah dari rekening perusahaan dan murni bisnis. Klaim yang dibayarkan perusahaan adalah bagian dari kewajiban imbal balik yang diatur dalam akad atau perjanjian asuransi.
Pada asuransi syariah, sumber pembayaran klaimnya diperoleh dari rekening tabarru’. Yaitu, rekening dana tolong-menolong dari seluruh peserta, yang sejak awal sudah diniatkan dengan ikhlas oleh peserta untuk keperluan saudara-saudaranya.
10.  Keuntungan (Profit)
Pada asuransi konvensional, keuntungan diperoleh dari surplus underwriting, komisi reasuransi, dan hasil investasi dalam satu tahun, yang kelak dalam RUPS akhir tahun dibagikan kepada pemegang saham atau dikembalikan lagi kepada perusahaan sebagai penyertaan modal.
Profit pada asuransi syariah, diperoleh dari surplus underwriting, komisi reasuransi, dan hasil investasi. Namun profit ini bukan seluruhnya milik perusahaan. Nantinya akan dilakukan bagi hasil antara perusahaan dengan peserta sebagaimana yang telah diperjanjikan.

1.5.Tujuan Asuransi Syariah
Menurut Muhammad Syakir Sula (2004:321), tujuan asuransi syariah ada empat, yaitu:

1.      Misi Aqidah
Ekonomi Islam adalah ekonomi Ilahiah karena titik berangkatnya dari Allah dan tujuannya adalah untuk mencari ridha Allah.
2.      Misi Ibadah (Ta’awun)
Asuransi syariah adalah asuransi yang bertumpu pada konsep tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, dan perlindungan. Juga menjadikan semua peserta sebagai keluarga besar yang saling menanggung.
3.      Misi Iqhtishodi (Ekonomi)
Berdirinya asuransi syariah akan meningkatkan kesadaran berasuransi. Sehingga, di samping ikut memperkuat sumber daya keuangan dalam negeri, juga akan memberikan dampak kontraksi moneter untuk menahan laju inflasi. Dengan optimalnya investasi yang dilakukan sesuai dengan prinsip syariah, maka akan dapat membantu pertumbuhan ekonomi secara maksimal.
4.      Misi Pemberdayaan Umat (Sosial)
Sebagaimana misi yang diemban asuransi pada umumnya, pada asuransi syariah misi mengemban sosial terasa lebih melekat pada dirinya, melalui produk-produk yang dirancang khusus untuk lebih mengarah kepada kepentingan sosial dan pemberdayaan umat daripada kepentingan komersial. Karena jika diamati, nasabah dari asuransi konvesional didominasi oleh kalangan menengah ke atas. Berbeda dengan asuransi syariah yang pesertanya dari berbagai lapisan masyarakat bisa mendapatkan kesempatan untuk memperoleh perlindungan sesuai kemampuan masing-masing secara berkelompok mengambil produk tersebut.

1.6.Prinsip Asuransi Syariah
Menurut Abdullah Amrin (2011:71), prinsip-prinsip pengelolaan asuransi syariah beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
1.      Prinsip Tauhid
Dilihat dari sisi perusahaan, asas yang digunakan bukanlah semata-mata meraih keuntungan dan peluang pasar. Namun, niatan awalnya adalah untuk mengimplementasikan nilai syariah dalam dunia asuransi. Sedangkan dari sisi peserta, tujuan berasuransi syariah adalah untuk bertransaksi dalam bentuk tolong-menolong, bukan semata-mata mencari “perlindungan” apabila terjadi musibah.
2.      Prinsip Keadilan
Asuransi syariah harus benar-benar bersikap adil dalam membuat pola hubungan antara peserta dengan entitas pengelola, terkait dengan hak dan kewajiban masing-masing. Asuransi syariah tidak boleh mendzalimi peserta dengan hal-hal yang menyulitkan dan merugikan, seperti adanya unsur dana hangus.
3.      Prinsip Tolong-Menolong
Hakikat asuransi syariah adalah tiap peserta ikut bersumbangsih dalam menolong peserta lainnya yang mengalami musibah. Karena pembayaran klaim berasal dari dana tabarru’ dari peserta. Oleh karena itu, entitas pengelola tidak berhak mengklaim atau mengambil dana tabarru’ nasabah. Perusahaan hanya mendapatkan ujrah (fee) atas pengelolaan dana tabarru’ tersebut, yang dibayarkan oleh peserta bersamaan dengan pembayaran kontribusi (premi).
4.      Prinsip Amanah
Entitas pengelola dituntut untuk amanah dalam segala hal seperti mengelola dana premi dan proses klaim. Perusahaan tidak boleh semena-mena dalam mengambil keuntungan, yang berdampak pada ruginya peserta. Demikian juga pesertanya, tidak boleh mengada-ada sesuatu kejadian atau musibah demi mendapatkan pembayaran klaim.
5.      Prinsip Saling Rida
Peserta rela dananya dikelola oleh entitas pengelola yang amanah dan profesional, dan rela dananya dialokasikan untuk peserta lainnya yang mengalami musibah. Sedangkan entitas pengelola, rela terhadap amanah yang diembankan peserta dalam mengelola kontribusi (premi) mereka.
6.      Prinsip Menghindari Gharar, Maisir, dan Riba
Untuk menghindari gharar, maisir, dan riba, entitas pengelola harus menerapkan konsep sharing of risk yang bertumpu pada akad tabarru’.

2.      Pendapatan
2.1.Pengertian Pendapatan
Menurut PSAK No. 23 paragraf 6, pendapatan adalah sebagai berikut:
Arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari  aktivitas normal entitas selama suatu periode jika arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari  kontribusi penanaman modal.
2.2.Jenis-Jenis Pendapatan dalam Asuransi Syariah
Menurut PSAK 108, pendapatan asuransi syariah dibagi menjadi dua, yaitu:
1.      Pendapatan Dana Tabarru’
Pendapatan atas kontribusi yang diterima dari peserta dimasukkan ke dalam rekening khusus dana tabarru’ milik peserta asuransi syariah secara kolektif yang terpisah dari rekening pendapatan perusahaan. Bila ada surplus atas underwriting dana tabarru’, maka akan masuk ke rekening dana tabarru’ ini. Selain itu, tambahan atas dana tabarru’ juga berasal dari hasil investasi dengan menggunakan dana tabarru’ yang dilakukan oleh entitas pengelola. Pendapatan dana tabarru’ ini tidak dapat diakui sebagai pendapatan perusahaan. Pendapatan dana tabarru’ digunakan untuk membayar klaim yang diajukan oleh peserta.




2.      Pendapatan Perusahaan
Menurut Muhaimin Iqbal (2006:119), pendapatan perusahaan asuransi syariah dapat berasal dari:
a)      Transaksi Mudharabah
Merupakan transaksi antara pemilik modal dengan pengelola, di mana keuntungan dibagi menurut  rasio atau  persentase yang disepakati kedua belah pihak. Dalam hal antara dana tabarru’ peserta dan perusahaan, perusahaan adalah sebagai pengelola dana, sedangkan peserta sebagai pemilik dananya. Namun, perusahaan adalah sebagai pemilik dari dana perusahaan, yang bisa menginvestasikan dananya ke tempat lain untuk dikelola sesuai ketentuan syariah.
b)      Transaksi Wakalah
Dalam transaksi ini, satu pihak mengangkat dan memberi kewenangan kepada pihak lain (Wakil) untuk bertindak atas namanya. Wakil dapat membebankan biaya kepada pihak yang diwakilinya. Dalam hal asuransi syariah, peserta asuransi adalah pemilik dana tabarru’ dan perusahaan asuransi adalah sebagai pengelola dana tabarru’. Atas usaha perusahaan asuransi syariah dalam mengelola dana peserta, maka perusahaan berhak mendapatkan fee.


2.3.Perbedaan Antara Akuntansi Asuransi Konvensional dan Akuntansi Asuransi Syariah
Berdasarkan International Course on: “Islamic Insurance and Takaful” yang diselenggarakan pada tahun 2005 oleh Islamic Development Bank, Islamic Insurance Society, Lembaga Pengembangan Kepemimpinan Global, dan PT Tugu Pratama Indonesia General Insurance, perbedaan antara akuntansi asuransi konvensional dan akuntansi asuransi syariah adalah seperti yang terdapat dalam tabel berikut.
Tabel 3
    Perbedaan Antara Akuntansi Asuransi Konvensional
dan Akuntansi Asuransi Syariah

No.
Hal yang Membedakan
Asuransi Konvensional
Asuransi Syariah
1.
Pengakuan Pendapatan
Menggunakan Accrual Basis.
Menggunakan Accrual Basis dan Cash Basis.
2.
Akun
Satu Akun:
Akun Perusahaan

Dua Akun:
1.  Akun Peserta
2.  Akun Perusahaan
3.
Premi/Kontribusi
Diakui 100% sebagai pendapatan perusahaan.
Hanya pendapatan wakalah yang diakui sebagai pendapatan perusahaan, sisanya adalah milik peserta secara kolektif.
4.
Surplus atas Underwriting
100% menjadi pendapatan perusahaan.
100% menjadi milik peserta secara kolektif yang dapat didistribusikan atau ditahan untuk kewajiban di masa depan.
5.
Defisit atas Underwriting
100% ditanggung oleh perusahaan.
100% ditanggung menggunakan dana Takaful.
Sumber: International Course on:’Islamic Insurance and Takaful”, 2005.