Judul
: Analisis Penerapan Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 108 Akuntansi Transaksi Asuransi
Syariah (Studi Kasus pada PT. Asuransi Takaful Pekanbaru).
A.
Latar
Belakang
Asuransi syariah
pertama di dunia, didirikan di Sudan pada tahun 1979 dengan nama Sudanese
Islamic Insurance. Lalu disusul dengan berdirinya asuransi syariah di Arab
Saudi yang bernama The Islamic Arab Insurance Co. pada tahun 1980. Pada tahun
1983, The Islamic Takaful Company of Luxemburg didirikan di Bahamas. Dan selanjutnya
negara-negara lain seperti Bahrain, Brunei Darussalam, Singapura, Malaysia, dan
Indonesia juga menyusul mendirikan asuransi syariah.
Malaysia adalah
negara yang mempelopori berdirinya asuransi syariah di Asia Tenggara, yaitu
dengan berdirinya Syarikat Takaful Malaysia Berhad pada tanggal 29 November
1984, yang kemudian disusul oleh berdirinya asuransi syariah di negara-negara
asia tenggara lainnya termasuk Indonesia.
Pada Juli 1992,
berdirilah Bank Muamalat yang merupakan bank syariah murni pertama di Indonesia.
Kegiatan operasional bank syariah tidak bisa lepas dari praktik asuransi
syariah. Oleh karena itu pada tanggal 24 Februari 1994 berdirilah PT Syarikat
Takaful Indonesia sebagai hasil dari kerjasama berbagai pihak seperti TEPATI,
Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), Bank Muamalat, Asuransi Tugu
Mandiri, dan Departemen Keuangan, dengan dua anak perusahaan yaitu PT Asuransi
Takaful Keluarga dan PT Asuransi Takaful Umum.
Takaful Keluarga kemudian diresmikan
oleh Menteri Keuangan saat itu, Mar’ie Muhammad melalui SK
Menkeu No. Kep-385/KMK.017/1994 (Abdul, 2010 : 239) dan mulai
beroperasi sejak 25 Agustus 1994. Sedangkan Takaful Umum diresmikan oleh
Menristek/Ketua BPPT Prof. Dr. B.J. Habibie selaku ketua sekaligus pendiri ICMI
dan mulai beroperasi pada 2 Juni 1995. Sejak saat itu, Takaful Keluarga dan
Takaful Umum berkembang menjadi salah satu perusahaan asuransi syariah
terkemuka di Indonesia.
Sebenarnya
konsep Asuransi Islam bukanlah hal yang baru, karena sudah ada sejak zaman
Rasulullah yang disebut dengan aqila.
Bahkan menurut Abdul (2010:237) masyarakat Arab kuno mengenal prinsip asuransi
sejak dahulu kala, ketika kehidupan masih didominasi oleh berbagai suku-suku,
saling serang, dan penculikan masih sering terjadi. Wanita dan anak-anak
merupakan sasaran penculikan yang paling sering. Dari hasil penculikan
anak-anak dan wanita tersebut nantinya penculik dapat meminta uang tebusan
kepada pihak yang kehilangan. Apabila ternyata ditengah jalan tawanan tersebut
terbunuh maka akan berlaku uang darah (uang ganti rugi) yang akan dibayarkan
oleh pihak yang membunuh kepada pihak yang terbunuh. Dari sinilah asal muasal asuransi
mutual mulai terbentuk.
Dasar-dasar
Asuransi mutual adalah anggota baik secara individu maupun secara bersama-sama
sebagai penanggung sekaligus tertanggung. Ditinjau dari sifat organinsasinya,
tidak ada maksud-maksud mencari keuntungan juga tidak ada maksud eksploitasi
memperkaya salah satu pihak dengan memeras yang lain.
Lembaga Asuransi
memang telah lama dikenal masyarakat dunia, khususnya masyarakat Indonesia.
Meskipun perkembangannya tidak sehebat perkembangan perbankan atau lembaga
keuangan lainnya. Sebenarnya masyarakat mulai mengenal asuransi itu sebagai
salah satu lembaga yang mengelola dana tertentu dengan maksud dan tujuan
tertentu pula.
Asuransi Islam
yang sedang berkembang di Indonesia akhir-akhir ini adalah Asuransi Takaful
(Zaidi, 2003 : 88). Sebenarnya Asuransi ini sama seperti Asuransi-asuransi yang
sudah operasional sebelumnya, seperti Asuransi Bumi Putera, Asuransi Jiwasraya,
Asuransi Jasindo dan Asuransi-asuransi lainnya.
Takaful
dalam pengertian muamalah ialah saling memikul risiko diantara sesama orang
sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang
lainnya (Sula, 2004 : 33). Saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar saling
menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru’ dana ibadah, sumbangan, derma
yang ditujukan untuk menanggung resiko.
Dewan Syariah
Nasional pada tahun 2001 telah mengeluarkan fatwa mengenai Asuransi Syariah.
Dalam Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 Bagian Pertama Mengenai Ketentuan Umum
angka 1, disebutkan pengertian Asuransi Syariah (ta’min, takaful atau tadhamun)
adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah
orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan /atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko
tertentu melaului akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah (Wirdyaningsih,
2005 : 178).
Pada prinsipnya,
prinsip operasional Asuransi Syariah, berbeda dengan Asuransi Konvensional,
Asuransi Syariah harus beroperasi sesuai dengan prinsip Syariat Islam dengan
cara menghilangkan sama sekali kemungkinan terjadinya unsure-unsur gharar, maisir, dan riba (wirdyaningsih, 2005 : 207).
Untuk mengetahui
bagaimana system operasionalnya, disini dapat digambarkan bahwa “Dana yang
terkumpul dari para peserta, diinvestasikan sesuai dengan prinsip syariah,
kemudian hasil yang diperoleh dilakukan dengan cara mudharabah, dibagi untuk seluruh peserta (pemegang polis) dan untuk
perusahaan” (Zaidi, 2003 : 95). Bisa 40% untuk peserta dan 60% untuk perusahaan
atau sebaliknya, bergantung pada akad perjanjian.
Sebagai
penegasan kembali dalam melihat perbandingan antara Asuransi Syariah dengan
Asuransi Konvensional dapat dilihat table sebagai berikut :
Table
1
Perbandingan
antara Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional
No
|
Asuransi Konvensional
|
Asuransi Syariah
|
1
|
Tidak ada
kepastian karena tidak ada akad yang melandasinya.
|
Ada kepastian,
karena adanya akad tabaddul (jual beli) atau akad takaful (tolong menolong).
|
2
|
Ada unsur
judi.
|
Unsur amanah.
|
3
|
Ada unsur
riba.
|
Tidak ada
unsur riba, karena menggunakan cara bagi hasil
|
Dari sekian
banyak perbedaan yang ada, perbedaan yang mendasar antara asuransi syariah
dengan asuransi konvensional di antaranya adalah, pertama, karena di dalam
asuransi syariah mekanisme penanganan risikonya adalah sharing of risk dimana antar sesama peserta saling membantu dan
menanggumg terhadap risiko yang mungkin akan terjadi, sedangkan dalm asuransi
konvensional mekanismenya adalah transfer
of risk dimana peserta memindahkan risikonya kepada perusahaan asuransi
dengan membayar sejumlah premi.
Yang kedua adalah
dalam hal akad atau perjanjian. Dalam asuransi syariah, akad yang digunakan ada
dua, yaitu akad tabarru’ yang
digunakan antar sesama peserta asuransi dengan tujuan kebajikan dan akad tijarah yang digunakan antara peserta dengan
perusahaan asuransi(Sula, 2004 : 43). Sedangkan dalam asuransi konvensional, akad yang digunakan
adalah akad jual-beli dimana perusahaan asuransi menjual perlindungan atas
risiko yang tidak pasti dengan menerima pembayaran premi dari peserta.
Perbedaan yang
ketiga adalah mengenai pengelolaan dana. Di dalam asuransi syariah, premi yang
diterima dari peserta bukan merupakan pendapatan bagi perusahaan. Premi
tersebut akan diklasifikasikan sebagai pendapatan dana tabarru’. Perusahaan hanya bertugas untuk mengelola dana tersebut
di antaranya adalah untuk pembayaran klaim, sedangkan pendapatan perusahaan
berasal dari transaksi yang menggunakan akad wakalah bil ujrah atau yang menggunakan akad mudharabah. Sedangkan pada asuransi konvensional, premi yang diterima
dari peserta merupakan milik perusahaan seluruhnya.
Perusahaan harus
memisahkan dana peserta Asuransi (tertanggung) dengan dana pengelola (dana
perusahaan). Dana Peserta adalah semua dana baik berupa dana tabarru’ maupun
dana investasi dana tabarru’.
Dengan lahirnya PSAK
108 melengkapi komitmen Asuransi Takaful dalam bertransaksi syariah secara
amanah dan professional. Sebagai pelopor Asuransi Syariah pertama di Indonesia,
Asuransi Takaful terus berkomitmen menjalankan sistem keuangan syariah. Komitmen
perusahaan ini diwujudkan salah satunya dengan bertransaksi syariah yang
dicerminkan melalui penyajikan laporan keuangan syariah berdasarkan PSAK 108 (Penyataan
Standar Akuntansi keuangan) tentang Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah.
Penulis memilih
PT Asuransi Takaful Keluarga sebagai tempat untuk melakukan penelitian skripsi
karena penulis merasa sebagai perusahaan asuransi murni syariah pertama dan
tertua di Indonesia, PT Asuransi Takaful
Keluarga dapat lebih stabil dalam melakukan penyesuaian dengan perubahan yang terjadi. Penulis
ingin meneliti bagaimana perusahaan mengakui, mengukur, menyajikan, dan
mengungkapkan pendapatannya, bagaimana perusahaan menginvestasikan dana yang
dimilikinya dan bagaimana perusahaan melakukan bagi hasil atas investasinya
dengan para peserta, serta bagaimana perusahaan mengklasifikasikan
pendapatannya dalam laporan keuangan perusahaan.
Karena penerapan
standar akuntansi keuangan ini masih dikatakan baru, maka perlu diteliti apakah
standar ini sudah diterapkan dalam laporan keuangan PT. Asuransi Takaful
Keluarga, jika sudah diterapkan apakah sudah sesuai dengan perlakuan akuntansi
berdasarkan PSAK 108. Dan sejak kapan standar ini diterapkan.
Berdasarkan uraian
dalam latar belakang diatas, penulis ingin meneliti lebih dalam tentang
Penerapan Standar Akuntansi Keuangan pada penyusunan laporan keuangan
perusahaan Asuransi Takaful. Untuk itu penulis mengungkapkan latar belakang
permasalah ini dalam bentuk proposal dengan judul “Analisis Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor
108 Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah (Studi Kasus Pada PT. Asuransi Takaful
Pekanbaru)”.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, rumusan masalah yang perlu dikemukakan dalam penelitian
ini adalah:
“Bagaimana
penerapan pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) nomor 108 akuntansi
transaksi asuransi syariah pada PT. Asuransi Takaful Pekanbaru?”
C.
Tujuan
Penelitian
Tujuan yang
ingin dicapai melalui kegiatan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan
pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) nomor 108 akuntansi transaksi
asuransi syariah dan sudah sesuaikah penerapannya dengan syariat islam.
D.
Kegunaan
Penelitian
Proses
penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada peneliti secara pribadi dan
kepada semua pihak yang berkepentingan, serta membuka wawasan komponen kepada
masyarakat, terutama masyarakat Indonesia. Agar hidupnya bisa terjamin melalui
asuransi syariah yang menerapkan system syariah dan kaffah (sempurna).
Adapun manfaat dari
penelitian ini adalah :
1. Bagi
penulis/ peneliti.
Peneliti
ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru bagi peneliti tentang pernyataan
standar akuntansi keuangan (PSAK) nomor 108 akuntansi transaksi asuransi
syariah.
2. Bagi
perusahaan
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna sehingga bisa
digunakan sebagai dasar pertimbangan bagi perusahaan dalam menciptakan
produk-produk baru, sehingga diversifikasi produk lebih banyak dan
produk-produk baru tersebut punya nilai lebih (Added Value) dibandingkan produk yang dimiliki oleh asuransi
konvensional pada umumnya.
3. Bagi
masyarakat luas / pihak lain
Sebagai
pertimbangan untuk memilih asuransi syariah dengan system bebas dari “magrib” (maisir, gharar, dan riba).
E.
Metode
Penelitian
1. Wilayah Penelitian
Adapun wilayah
penelitian ini dilaksanakan di PT. Asuransi Takaful Indonesia, jalan Tuanku
Tambusai Blok A-6, Komplek Taman Mella Pekanbaru, Riau.
2. Jenis Penelitian
Metode
yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
analisis. Menurut Sugiyono (2004) metode deskriptif analisis adalah metode yang
digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi
tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.
3. Data dan Sumber Data
Untuk memperoleh
data yang obyektif dan valid, data yang dikumpulkan adalah berupa data
kualitatif yang terdiri dari sejumlah data primer dan data sekunder.
a. Data
Primer
Data primer merupakan sumber data
penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli/tidak media
perantara (Etta, 2010 : 44). Data primer dapat berupa opini subyek (orang)
secara individu atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik),
kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian.
Kelebihan penggunaan sumber data primer
adalah peneliti dapat mengumpulkan data sesuai dengan yang di inginkan, karena
data yang tidak relevan dapat dieliminasi atau setidaknya dikurangi. Kemudian,
data yang diperoleh lebih akurat, tetap memerlukan waktu, tenaga, dan biaya
yang lebih besar dibanding jika peneliti menggunakan data sekunder.
b. Data
Sekunder
Menurut Mudrajad Kuncoro (2003:127) data
sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain. Data sekunder berupa
data catatan-catatan manual, laporan keuangan serta bukti-bukti pendukung
lainnya.
4. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
1. Wawancara
Wawancara adalah
cara pengumpulan data yang dilakukan dengan bertanya dan mendengarkan jawaban
langsung dari sumber utama data (Ronny, 2009 : 186).
Wawancara yang
digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur, dimana
pewawancara dan mereka yang diwawancarai berbicara dengan santai dan pertanyaan
bisa muncul ketika sedang dalam pembicaraan. Tidak ada daftar pertanyan yang
harus diikuti dengan ketat.
2. Observasi
Observasi adalah
salah satu cara untuk memperoleh data primer (Ronny, 2009 : 184). Disini
peneliti sambil mengamati, juga berpartisipasi pada aktifitas mereka yang
diamati dan mereka juga mengetahui kalau sedang diamati.
3. Studi
Literatur
Keberadaan
kajian literatur dalam suatu laporan penelitian seperti skripsi dapat
menghindarkan terjadinya duplikasi suati penelitian (Etta, 2010 : 125). Setiap
penelitian memerlukan pendekatan teori dan literature yang cocok.
Sumber yang
harus dipelajari untuk suatu penelitian tentu banyak. Disini peneliti sebelum
atau ketika melaksanakan penelitian, apabila menemukan referensi berkenaan
dengan masalah yang diteliti, mencatat dan mengumpulkan sumber referensi
tersebut.
F.
Sistematika
Penulisan
Untuk
memberikan kemudahan dalam penyusunan proposal ini, maka sebagai kerangka acuan
penulis uraikan menjadi lima bab yang dikemukakan sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan
Pada bab ini berisikan latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode
penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : Telaah Pustaka
Pada bab ini berisikan telaah pustaka
yang merupakan landasan teori yang menyangkut referensi-referensi dan buku-buku
dengan permasalahan yang akan dibahas oleh peneliti.
BAB III : Gambaran Umum Perusahaan
Pada bab ini berisikan tentang gambaran
umum tentang perusahaan asuransi takaful Pekanbaru.
BAB IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada bab ini membahas mengenai hasil
dari penelitian yang dilakukan dan pembahasan serta Analisis Penerapan PSAK 108
pada Laporan Keuangan Asuransi Takaful.
BAB V : Penutup
Pada bab ini berisikan kesimpulan dari
hasil penelitian serta kritik dan saran yang membangun bagi objek penelitian
agar bisa lebih baik lagi kedepannya.
G.
Telaah
Pustaka
1. Asuransi Syariah
1.1.Pengertian Asuransi
Sesuai dengan
ketetapan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha
Perasuransian, definisi asuransi adalah:
Perjanjian antara dua pihak atau
lebih, di mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan
menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang
timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti; atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.
1.2.Pengertian Asuransi Syariah
Saat ini
eksistensi asuransi syariah di Indonesia masih didasarkan pada Surat Keputusan
Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan Nomor: Kep. 4499/LK/2000 tentang jenis,
penilaian, dan pembatasan investasi perusahaan asuransi dan perusahaan
reasuransi dengan sistem syariah.
Sedangkan pedoman
umum mengenai asuransi syariah diatur dalam Fatwa Dewan Syariah
Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor 21/DSN-MUI/X/2001. Tujuan
adanya fatwa ini adalah sebagai panduan awal operasional asuransi syariah di
Indonesia. Berdasarkan ketetapan pertama mengenai ketentuan umum poin pertama
yang terdapat di dalam pedoman umum ini, disebutkan bahwa definisi asuransi
syariah adalah:
Usaha saling melindungi dan tolong
menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset
atau tabarru’ yang memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai
dengan syariah.
Menurut PSAK 108, paragraf 7, definisi asuransi syariah adalah:
Sistem menyeluruh yang pesertanya
mendonasikan sebagian atau seluruh kontribusinya yang digunakan untuk membayar
klaim atas kerugian akibat musibah pada jiwa, badan, atau benda yang dialami
oleh sebagian peserta yang lain. Donasi tersebut merupakan donasi bersyarat
yang harus dipertanggungjawabkan oleh entitas asuransi syariah. Peranan entitas
asuransi syariah dibatasi hanya mengelola operasi asuransi dan menginvestasikan
dana peserta.
1.3.Landasan Asuransi Syariah (Takaful)
A. Al-Qur’an
Apabila dilihat
sepintas keseluruhan ayat Al-Qur’an, tidak terdapat satu ayat punyang
menyebutkan istilah Asuransi seperti yang kita kenal sekarang ini, baik istilah
“al-ta’min” ataupun “al-takaful” (Wirdyaningsih, 2005 :
236). Namun demikian, walaupun tidak menyebut
secara tegas, terdapat ayat yang menjelaskan tentang konsep asuransi dan yang
mempunyai muatan nilai-nilai dasar yang ada dalam praktik Asuransi. Sedangkan
perintah Allah untuk mempersiapkan hari depan terdapat dalam firman Allah QS.
Al-Hasyr, ayat 18, yaitu :
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7Î7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya
Allah maha mengetahui yang kamu kerjakan”.
B. Sunnah
Nabi SAW
Nabi Muhammad
SAW sangat memperhatikan kehidupan yang akan terjadi di masa datang (future time) dengan cara mempersiapkan
sejak dini bekal yang harus diperlukan untuk kehidupan dan keturunan (ahli
waris) nya dimasa yang akan datang. Seperti yang dijelaskan Nabi dalm hadisnya,
yang artinya :
“Diriwayatkan
dari Amir bin Sa’ad bin Abi Waqasy, telah bersabda Rasulullah SAW : ‘Lebih baik
jika engkau meninggalkan anak-anak kamu (ahli waris) dalam keadaan kaya raya,
dari pada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin (kelaparan) yang
meminta-minta kepada manusia lainnya”. (HR. Bukhari)
C. Ijma’
Para sahabat
telah melakukan ittifaq (kesepakatan)
dalam hal aqilah yang dilakukan oleh
Khalifah Umar bin Khattab. Adanya ijma’ atau
kesepakatan ini tampak dengan tidak adanya sahabat lain yang menentang
pelaksanaan aqilah ini
(wirdyaningsih, 2005 : 242). Aqilah adalah
iuran darah yang dilakukan oleh keluarga dari pihak laki-laki (ashabah) dari sipembunuh (orang yang
menyebabkan kematian orang lain secara tidak sewenang-wenang).
1.4.Perbedaan Asuransi Syariah dengan
Asuransi Konvensional
Menurut Syakir
Sula (2004:293), terdapat beberapa perbedaan antara Asuransi Syariah dengan
Asuransi Konvensional yang dijelaskan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 2
Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional
No.
|
Hal yang Membedakan
|
Asuransi Konvensional
|
Asuransi Syariah
|
1.
|
Konsep
|
Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi
asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung atas klaim yang
diajukan.
|
Sekumpulan orang yang saling membantu, saling menjamin, dan
bekerja sama, dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru’.
|
2.
|
Unsur Gharar, Maisir, dan Riba
|
Masih terdapat adanya unsur gharar,
maisir, dan riba.
|
Harus bersih dari segala praktik gharar, maisir, dan riba.
|
3.
|
Dewan Pengawas Syariah
|
Tidak ada, hanya diawasi oleh
Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan Pemerintah.
|
Ada, yang berfungsi untuk mengawasi pelaksanaan operasional
perusahaan agar terbebas dari praktik-praktik muamalah yang bertentangan
dengan prinsip-prinsip syariah.
|
4.
|
Akad
|
Akad jual beli (akad mu’awadhah,
akad idz’aan, akad gharar,
dan akad mulzim)
|
Akad tabarru’ dan akad
tijarah (mudharabah, wakalah, wadiah, syirkah, dan sebagainya).
|
5.
|
Penanganan Risiko
|
Transfer of Risk, di mana terjadi perpindahan
risiko dari tertanggung kepada penanggung.
|
Sharing of Risk,
di mana terjadi proses saling menanggung risiko antara satu peserta dengan
peserta lainnya.
|
6.
|
Pengelolaan Dana
|
Tidak ada pemisahan dana, antara dana peserta dengan dana
perusahaan yang berakibat terjadinya dana hangus.
|
Terdapat pemisahan antara dana tabarru’ dengan dana perusahaan, sehingga tidak mengenal istilah
dana hangus.
|
7.
|
Investasi
|
Bebas melakukan investasi dalam batas-batas ketentuan perundang-undangan, dan tidak
dibatasi pada halal dan haramnya objek atau sistem investasi yang digunakan.
|
Dapat melakukan investasi sesuai ketentuan perundang-undangan,
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah Islam. bebas dari
riba dan tempat-tempat investasi yang terlarang.
|
8.
|
Kepemilikan Dana
|
Dana yang terkumpul dari premi tertanggung seluruhnya menjadi milik perusahaan.
Perusahaan bebas menggunakan dan menginvestasikan ke mana saja.
|
Dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau
kontribusi, tetap merupakan milik peserta, entitas asuransi syariah hanya
sebagai pemegang amanah dalam mengelola dana tersebut.
|
9.
|
Sumber Pembayaran Klaim
|
Berasal dari rekening perusahaan, sebagai konsekuensi penanggung
terhadap tertanggung.
|
Sumbernya diperoleh dari rekening tabarru’, di mana peserta saling menanggung. Jika salah satu
peserta mendapat musibah, maka peserta lainnya ikut menanggung bersama risiko
tersebut.
|
10.
|
Keuntungan (Profit)
|
Diperoleh dari surplus underwriting,
komisi reasuransi, dan hasil investasi seluruhnya adalah keuntungan
perusahaan.
|
Diperoleh dari surplus underwriting,
komisi reasuransi, dan hasil investasi, bukan seluruhnya menjadi milik
perusahaan, tetapi dilakukan bagi hasil dengan peserta.
|
Sumber: Muhammad Syakir Sula, Asuransi
Syariah (Life and General), 2004.
1.
Konsep
Dalam asuransi konvensional, konsepnya adalah untuk mengurangi
risiko individu atau institusi (tertanggung) dan mengalihkannya kepada
perusahaan asuransi (penanggung) melalui suatu perjanjian (kontrak).
Tertanggung membayar sejumlah uang sebagai tanda perikatan, dan penanggung
berjanji membayar ganti rugi sekiranya terjadi suatu peristiwa sebagaimana yang
diperjanjikan dalam kontrak asuransi (polis).
Sedangkan konsep asuransi syariah adalah terjadinya saling memikul
risiko di antara sesama peserta. Sehingga, antara satu peserta dengan yang
lainnya menjadi penanggung atas risiko yang muncul. Saling pikul risiko ini
dilakukan atas dasar saling menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing
peserta mengeluarkan dana tabarru’ atau
dana kebajikan yang ditujukan untuk menanggung risiko. Definisi ini sesuai
dengan Firman Allah yang tertuang dalam QS. Al-Maidah ayat 2:
(#qçRur$yès?ur n?tã ÎhÉ9ø9$# 3uqø)G9$#ur ( wur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ
Artinya:
“Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
2.
Unsur Gharar, Maisir, dan Riba
Semua asuransi
konvensional yang ada saat ini masih mengandung unsur gharar, maisir, dan riba. Gharar terjadi apabila, antara tertanggung dan penanggung saling
tidak mengetahui apa yang akan terjadi, kapan musibah akan menimpa, dan
sebagainya. Inilah yang disebut gharar
atau ketidakjelasan atau ketidakpastian yang dilarang dalam Islam, karena
asuransi konvensional telah ‘menjual’ ketidakpastian dengan kepastian.
Secara harfiah, maisir memiliki makna memperoleh sesuatu
dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja.
Maisir disebut juga berjudi. Dalam industri asuransi konvensional, maisir dapat
terjadi dalam tiga hal, yaitu:
a. Ketika seorang pemegang polis mendadak terkena musibah sehingga
memperoleh hasil klaim, padahal baru sebentar menjadi klien asuransi dan baru
sedikit membayar premi. Jika ini terjadi, nasabah diuntungkan.
b. Sebaliknya, jika hingga akhir masa perjanjian tidak terjadi
sesuatu, sementara ia sudah membayar premi secara penuh/lunas, maka
perusahaanlah yang diuntungkan.
c. Apabila pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu membatalkan
kontraknya sebelum masa reversing period, maka yang bersangkutan tidak
akan menerima kembali uang yang telah dibayarkan atau uangnya dianggap hangus.
Riba secara teknis artinya adalah pengambilan tambahan dari harta
pokok atau modal secara bathil. Menurut Syeikh Yusuf Al-Qardhawi yang
dikemukakan oleh Muhammad Syakir Sula (2004:299), asuransi konvensional itu
sama dengan judi, karena tertanggung mengharapkan harta jaminan atau tanggungan
melebihi jumlah pembayaran preminya. Oleh sebab itu, dalam asuransi tersebut
juga ada unsur ribanya. Kemudian terdapat unsur gharar dalam perhitungan uang yang akan dikembalikan, karena sangat
bergantung pada perkembangan saat tanggungan itu harus dibayarkan penanggung.
Asuransi syariah, harus terbebas dari tiga unsur tersebut. Hal ini
dapat dilihat dalam sistem operasional yang dilakukan, di mana dalam mekanisme
pengelolaan dananya ada pemisahan antara dana perusahaan dengan dana tabarru’
peserta secara kolektif. Tujuan dari pemisahan ini untuk menghindarkan adanya
pencampuran dana. Sehingga, asuransi syariah dapat terhindar dari maisir dan gharar. Adapun masalah riba dapat dieliminasi dengan menggunakan
instrumen syariah sebagai pengganti sistem riba, misalnya mudharabah, wadiah, wakalah, dan sebagainya.
Larangan terhadap
berjudi terdapat dalam QS. Al-Maidah:90 sebagai berikut:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä $yJ¯RÎ) ãôJsø:$# çÅ£øyJø9$#ur Ü>$|ÁRF{$#ur ãN»s9øF{$#ur Ó§ô_Í ô`ÏiB È@yJtã Ç`»sÜø¤±9$# çnqç7Ï^tGô_$$sù öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÒÉÈ
Artinya :
“Hai orang-orang
yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk)
berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan
syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan.”
Sedangkan larangan terhadap riba
terdapat dalam banyak ayat, salah satunya adalah seperti yang terdapat dalam
QS. Al-Baqarah:278-279 seperti beikut:
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#râsur $tB uÅ+t/ z`ÏB (##qt/Ìh9$# bÎ) OçFZä. tûüÏZÏB÷sB ÇËÐÑÈ bÎ*sù öN©9 (#qè=yèøÿs? (#qçRsù'sù 5>öysÎ/ z`ÏiB «!$# ¾Ï&Î!qßuur ( bÎ)ur óOçFö6è? öNà6n=sù â¨râäâ öNà6Ï9ºuqøBr& w cqßJÎ=ôàs? wur cqßJn=ôàè? ÇËÐÒÈ $ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#râsur $tB uÅ+t/ z`ÏB (##qt/Ìh9$# bÎ) OçFZä. tûüÏZÏB÷sB ÇËÐÑÈ bÎ*sù öN©9 (#qè=yèøÿs? (#qçRsù'sù 5>öysÎ/ z`ÏiB «!$# ¾Ï&Î!qßuur ( bÎ)ur óOçFö6è? öNà6n=sù â¨râäâ öNà6Ï9ºuqøBr& w cqßJÎ=ôàs? wur cqßJn=ôàè? ÇËÐÒÈ
Artinya :
“Hai orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan
sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu
tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan
Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba),
maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”
3. Dewan Pengawas Syariah
Asuransi
konvensional tidak memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) untuk mengawasi
hal-hal yang terkait dengan prinsip-prinsip muammalah serta akad-akad dalam
transaksi asuransi. Namun demikian, bukan berarti asuransi konvensional
tersebut tanpa aturan, karena ia diatur oleh negara di dalam Undang-Undang dan
Peraturan-Peraturan Pemerintah.
Dewan Pengawas
Syariah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Dewan Syariah
Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Peran utamanya adalah untuk
mengawasi jalannya operasional sehari-hari Lembaga Keuangan Syariah (LKS) agar
selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah.
Fungsi DPS
adalah: (1) melakukan pengawasan secara periodik pada LKS yang berada di bawah
pengawasannya, (2) berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan LKS kepada
pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN, (3) melaporkan perkembangan
produk dan operasional LKS yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua
kali dalam satu tahun anggaran, (4) merumuskan permasalahan-permasalahan yang
memerlukan pembahasan-pembahasan DSN.
4. Akad atau Perjanjian
Akad pada
asuransi konvensional adalah akad mu’awadhah,
yaitu suatu kontrak atau perjanjian di mana pihak yang memberikan sesuatu
kepada pihak lain, berhak menerima penggantian dari pihak yang diberinya.
Penanggung memperoleh premi-premi asuransi sebagai pengganti dari uang
pertanggungan yang telah dijanjikan pembayarannya. Sedangkan tertanggung
memperoleh uang pertangungan jika terjadi peristiwa atau bencana sebagai
pengganti dari premi-premi yang telah dibayarkannya.
Dalam asuransi
syariah, akad yang digunakan adalah akad tijarah
dan/atau akad tabarru’. Akad tijarah yang dimaksud adalah semua
bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersil, misalnya mudharabah, musyarakah, kafalah, wakalah, dan jua’lah.
Sedangkan akad tabarru’ adalah semua
bentuk yang dilakukan untuk tujuan kebaikan dan tolong-menolong, bukan semata
untuk tujuan komersil. Dalam akad tabarru’,
peserta memberikan derma dengan tujuan untuk membantu seseorang yang sedang
dalam kesusahan yang sangat dianjurkan dalam syariat Islam.
5. Penanganan Risiko
Menurut Abdullah
Amrin (2011:43), dalam asuransi konvensional, terjadi perpindahan risiko (transfer of risk) dari nasabah
kepada perusahaan. Sebagai gantinya, perusahaan akan menerima uang premi dari
nasabah, dan nasabah akan memperoleh perlindungan dari suatu kejadian. Premi
asuransi tersebut merupakan prasyarat adanya perjanjian asuransi, karena tanpa
adanya premi tidak akan ada asuransi (No
Premium, No Insurance).
Menurut Syakir
Sula (2004:303), proses hubungan peserta dan perusahaan dalam mekanisme
pertanggungan pada asuransi syariah adalah saling menanggung risiko (sharing of risk). Apabila terjadi
musibah, maka semua peserta asuransi syariah saling menanggung risiko tersebut.
Dengan demikian, tidak terjadi perpindahan risiko dari peserta ke perusahaan
karena dalam praktiknya, kontribusi (premi) yang dibayar oleh peserta tidak
terjadi apa yang disebut transfer of fund,
karena status kepemilikan dana tersebut tetap melekat pada peserta sebagai
pemilik dana.
Gambar 1
Konsep Perpindahan Risiko dalam Asuransi Konvensional
Klaim di bayar oleh penanggung ke tertanggung
Resiko dipindahkan ke penanggung dengan imbalan
premi
|
TERTANGGUNG
|
RESIKO 1
|
RESIKO 2
|
PENANGGUNG
|
RESIKO 3
|
Sumber: Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syariah, 2006
Gambar 2
Konsep Berbagi Risiko Dalam Asuransi Syariah
|
PESERTA
|
RESIKO 1
|
RESIKO 2
|
Entitas
pengelola asuransi syariah
|
RESIKO 3
|
Dana
takaful (kontribusi dikumpulkan disini, klaim jg dibayar dari dana ini)
|
Pembayaran Klaim
Sumber: Muhaimin
Iqbal, Asuransi Umum Syariah, 2006
6.
Pengelolaan Dana
Dalam asuransi konvensional, tidak ada pemisahan antara dana
peserta dengan dana tabarru’. Semua
bercampur menjadi satu dan status dana tersebut menjadi dana perusahaan.
Sebagai akibatnya, peserta tidak dapat dengan leluasa mengambil kembali dananya
pada saat-saat mendesak untuk produk asuransi jiwa yang mengandung saving, kecuali dalam status meminjam
(pinjaman polis).
Pada asuransi syariah, untuk produk-produk yang mengandung unsur saving (tabungan), dana yang dibayarkan
peserta langsung dibagi ke dalam dua rekening, yaitu rekening peserta dan
rekening tabarru’. Kemudian total
dana diinvestasikan, dan hasil investasi dibagi secara proporsional antara
peserta dengan entitas pengelola berdasarkan skema bagi hasil yang telah
ditetapkan sebelumnya. Sedangkan untuk produk yang tidak mengandung unsur
tabungan, total kontribusi dana dari peserta diinvestasikan, kemudian hasil
investasi dibagi antara peserta dengan entitas pengelola sesuai skema bagi
hasil yang telah ditetapkan.
7.
Investasi Dana
Menurut peraturan
pemerintah, investasi wajib dilakukan pada jenis investasi yang aman dan
menguntungkan serta memiliki likuiditas yang sesuai dengan kewajiban yang harus
dipenuhi.
Sedangkan
asuransi syariah hanya boleh menginvestasikan dananya kepada Bank-Bank Syariah,
Obligasi Syariah, Pasar Modal Syariah, Leasing Syariah, Pegadaian Syariah,
serta instrumen bisnis lainnya dengan tetap menggunakan akad-akad yang
dibenarkan oleh syariat Islam.
8.
Kepemilikan Dana
Dalam asuransi konvensional, dana yang terkumpul dari premi
peserta seluruhnya menjadi milik perusahaan. Perusahaan bebas menggunakan dan
menginvestasikan dana tersebut kemana saja.
Sedangkan dalam asuransi syariah, dana yang terkumpul dari peserta
dalam bentuk kontribusi merupakan milik peserta. Perusahaan hanya sebagai
pemegang amanah dalam mengelola. Dana tersebut, kecuali dana tabarru’, dapat diambil kapan saja oleh
peserta dan tidak dikenakan biaya apapun.
9.
Sumber Pembayaran Klaim
Pada asuransi konvensional, sumber pembayaran klaim adalah dari
rekening perusahaan dan murni bisnis. Klaim yang dibayarkan perusahaan adalah
bagian dari kewajiban imbal balik yang diatur dalam akad atau perjanjian asuransi.
Pada asuransi syariah, sumber pembayaran klaimnya diperoleh dari
rekening tabarru’. Yaitu, rekening
dana tolong-menolong dari seluruh peserta, yang sejak awal sudah diniatkan
dengan ikhlas oleh peserta untuk keperluan saudara-saudaranya.
10. Keuntungan (Profit)
Pada asuransi konvensional, keuntungan diperoleh dari surplus underwriting, komisi reasuransi, dan
hasil investasi dalam satu tahun, yang kelak dalam RUPS akhir tahun dibagikan
kepada pemegang saham atau dikembalikan lagi kepada perusahaan sebagai
penyertaan modal.
Profit pada asuransi syariah, diperoleh dari surplus underwriting, komisi reasuransi, dan
hasil investasi. Namun profit ini bukan seluruhnya milik perusahaan. Nantinya
akan dilakukan bagi hasil antara perusahaan dengan peserta sebagaimana yang
telah diperjanjikan.
1.5.Tujuan Asuransi Syariah
Menurut Muhammad
Syakir Sula (2004:321), tujuan asuransi syariah ada empat, yaitu:
1. Misi Aqidah
Ekonomi Islam adalah ekonomi Ilahiah karena titik berangkatnya dari
Allah dan tujuannya adalah untuk mencari ridha Allah.
2. Misi Ibadah (Ta’awun)
Asuransi syariah adalah asuransi yang bertumpu pada konsep
tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, dan perlindungan. Juga menjadikan
semua peserta sebagai keluarga besar yang saling menanggung.
3. Misi Iqhtishodi
(Ekonomi)
Berdirinya asuransi syariah akan meningkatkan kesadaran
berasuransi. Sehingga, di samping ikut memperkuat sumber daya keuangan dalam
negeri, juga akan memberikan dampak kontraksi moneter untuk menahan laju
inflasi. Dengan optimalnya investasi yang dilakukan sesuai dengan prinsip
syariah, maka akan dapat membantu pertumbuhan ekonomi secara maksimal.
4. Misi Pemberdayaan Umat (Sosial)
Sebagaimana misi yang diemban asuransi pada umumnya, pada asuransi
syariah misi mengemban sosial terasa lebih melekat pada dirinya, melalui
produk-produk yang dirancang khusus untuk lebih mengarah kepada kepentingan
sosial dan pemberdayaan umat daripada kepentingan komersial. Karena jika
diamati, nasabah dari asuransi konvesional didominasi oleh kalangan menengah ke
atas. Berbeda dengan asuransi syariah yang pesertanya dari berbagai lapisan
masyarakat bisa mendapatkan kesempatan untuk memperoleh perlindungan sesuai
kemampuan masing-masing secara berkelompok mengambil produk tersebut.
1.6.Prinsip Asuransi Syariah
Menurut Abdullah
Amrin (2011:71), prinsip-prinsip pengelolaan asuransi syariah beberapa di
antaranya adalah sebagai berikut:
1.
Prinsip Tauhid
Dilihat dari sisi
perusahaan, asas yang digunakan bukanlah semata-mata meraih keuntungan dan
peluang pasar. Namun, niatan awalnya adalah untuk mengimplementasikan nilai
syariah dalam dunia asuransi. Sedangkan dari sisi peserta, tujuan berasuransi
syariah adalah untuk bertransaksi dalam bentuk tolong-menolong, bukan
semata-mata mencari “perlindungan” apabila terjadi musibah.
2.
Prinsip Keadilan
Asuransi syariah harus benar-benar bersikap adil dalam membuat
pola hubungan antara peserta dengan entitas pengelola, terkait dengan hak dan
kewajiban masing-masing. Asuransi syariah tidak boleh mendzalimi peserta dengan
hal-hal yang menyulitkan dan merugikan, seperti adanya unsur dana hangus.
3.
Prinsip Tolong-Menolong
Hakikat asuransi
syariah adalah tiap peserta ikut bersumbangsih dalam menolong peserta lainnya
yang mengalami musibah. Karena pembayaran klaim berasal dari dana tabarru’ dari peserta. Oleh karena itu, entitas
pengelola tidak berhak mengklaim atau mengambil dana tabarru’ nasabah. Perusahaan hanya mendapatkan ujrah (fee) atas
pengelolaan dana tabarru’ tersebut,
yang dibayarkan oleh peserta bersamaan dengan pembayaran kontribusi (premi).
4.
Prinsip Amanah
Entitas pengelola dituntut untuk amanah dalam segala hal seperti
mengelola dana premi dan proses klaim. Perusahaan tidak boleh semena-mena dalam
mengambil keuntungan, yang berdampak pada ruginya peserta. Demikian juga
pesertanya, tidak boleh mengada-ada sesuatu kejadian atau musibah demi
mendapatkan pembayaran klaim.
5.
Prinsip Saling Rida
Peserta rela
dananya dikelola oleh entitas pengelola yang amanah dan profesional, dan rela
dananya dialokasikan untuk peserta lainnya yang mengalami musibah. Sedangkan entitas
pengelola, rela terhadap amanah yang diembankan peserta dalam mengelola
kontribusi (premi) mereka.
6.
Prinsip Menghindari Gharar, Maisir, dan Riba
Untuk menghindari gharar,
maisir, dan riba, entitas pengelola harus menerapkan konsep sharing of risk yang bertumpu pada akad tabarru’.
2. Pendapatan
2.1.Pengertian Pendapatan
Menurut PSAK No.
23 paragraf 6, pendapatan adalah sebagai berikut:
Arus masuk bruto
dari manfaat ekonomi yang timbul dari
aktivitas normal entitas selama suatu periode jika arus masuk tersebut
mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal.
2.2.Jenis-Jenis Pendapatan dalam
Asuransi Syariah
Menurut PSAK 108,
pendapatan asuransi syariah dibagi menjadi dua, yaitu:
1.
Pendapatan Dana Tabarru’
Pendapatan atas kontribusi yang diterima dari peserta dimasukkan
ke dalam rekening khusus dana tabarru’
milik peserta asuransi syariah secara kolektif yang terpisah dari rekening
pendapatan perusahaan. Bila ada surplus atas
underwriting dana tabarru’, maka akan masuk ke rekening
dana tabarru’ ini. Selain itu,
tambahan atas dana tabarru’ juga
berasal dari hasil investasi dengan menggunakan dana tabarru’ yang dilakukan oleh entitas pengelola. Pendapatan dana
tabarru’ ini tidak dapat diakui sebagai pendapatan perusahaan. Pendapatan dana tabarru’ digunakan untuk membayar klaim
yang diajukan oleh peserta.
2.
Pendapatan Perusahaan
Menurut Muhaimin Iqbal (2006:119), pendapatan perusahaan asuransi
syariah dapat berasal dari:
a) Transaksi Mudharabah
Merupakan transaksi antara pemilik modal dengan pengelola, di mana
keuntungan dibagi menurut rasio
atau persentase yang disepakati kedua
belah pihak. Dalam hal antara dana tabarru’
peserta dan perusahaan, perusahaan adalah sebagai pengelola dana, sedangkan
peserta sebagai pemilik dananya. Namun, perusahaan adalah sebagai pemilik dari
dana perusahaan, yang bisa menginvestasikan dananya ke tempat lain untuk
dikelola sesuai ketentuan syariah.
b) Transaksi Wakalah
Dalam transaksi ini, satu pihak mengangkat dan memberi kewenangan
kepada pihak lain (Wakil) untuk bertindak atas namanya. Wakil dapat membebankan
biaya kepada pihak yang diwakilinya. Dalam hal asuransi syariah, peserta
asuransi adalah pemilik dana tabarru’
dan perusahaan asuransi adalah sebagai pengelola dana tabarru’. Atas usaha perusahaan asuransi syariah dalam mengelola
dana peserta, maka perusahaan berhak mendapatkan fee.
2.3.Perbedaan Antara Akuntansi Asuransi
Konvensional dan Akuntansi Asuransi Syariah
Berdasarkan International Course
on: “Islamic Insurance and Takaful” yang diselenggarakan pada tahun 2005 oleh
Islamic Development Bank, Islamic Insurance Society, Lembaga Pengembangan
Kepemimpinan Global, dan PT Tugu Pratama Indonesia General Insurance, perbedaan
antara akuntansi asuransi konvensional dan akuntansi asuransi syariah adalah
seperti yang terdapat dalam tabel berikut.
Tabel 3
Perbedaan
Antara Akuntansi Asuransi Konvensional
dan Akuntansi Asuransi Syariah
No.
|
Hal yang
Membedakan
|
Asuransi
Konvensional
|
Asuransi
Syariah
|
1.
|
Pengakuan Pendapatan
|
Menggunakan Accrual Basis.
|
Menggunakan Accrual Basis dan Cash Basis.
|
2.
|
Akun
|
Satu Akun:
Akun Perusahaan
|
Dua Akun:
1. Akun Peserta
2. Akun Perusahaan
|
3.
|
Premi/Kontribusi
|
Diakui 100% sebagai pendapatan
perusahaan.
|
Hanya pendapatan wakalah yang
diakui sebagai pendapatan perusahaan, sisanya adalah milik peserta secara
kolektif.
|
4.
|
Surplus atas Underwriting
|
100% menjadi pendapatan
perusahaan.
|
100% menjadi milik peserta secara
kolektif yang dapat didistribusikan atau ditahan untuk kewajiban di masa
depan.
|
5.
|
Defisit atas Underwriting
|
100% ditanggung oleh perusahaan.
|
100% ditanggung menggunakan dana
Takaful.
|
Sumber: International Course on:’Islamic Insurance and Takaful”, 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar