Tugas
Individu Dosen Pembimbing
Pasar
dan Lembaga Keuangan Syariah Hidayati Nasrah,SE,M.ACC,Ak
“Mengapa
Asuransi Syariah itu penting? Dan Apa Yang Menjadi Keunggulan Dari Sistem
Asuransi Syariah Ini?”
Disusun Oleh :
IRMA
YUNI
10973005678
JURUSAN
AKUNTANSI S1
FAKULTAS
EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI
SULTAN
SYARIF KASIM
PEKANBARU
|
Mengapa Asuransi Syariah itu
penting? Dan Apa Yang Menjadi Keunggulan Dari Sistem Asuransi Syariah Ini?
Definisi asuransi syari'ah
menurut Dewan Syariah Nasional adalah usaha untuk saling melindungi dan tolong
menolong diantara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan atau
tabarru' yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko/bahaya
tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.
Asuransi Syariah adalah
sebuah sistem dimana para partisipan/anggota/peserta mendonasikan/menghibahkan
sebagian atau seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk membayar klaim, jika
terjadi musibah yang dialami oleh sebagian partisipan/anggota/peserta. Peranan
perusahaan disini hanya sebatas pengelolaan operasional perusahaan asuransi
serta investasi dari dana-dana/kontribusi yang diterima/dilimpahkan kepada
perusahaan.
Asuransi syari'ah disebut
juga dengan asuransi ta'awun yang artinya tolong menolong atau saling membantu
. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Asuransi ta'awun prinsip dasarnya
adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk menjalin
kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami peserta. Prinsip ini sesuai
dengan firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 2, yang artinya :
"Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan
saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan".
· Mengapa Asuransi Syariah Penting?
Asuransi yang selama ini digunakan oleh mayoritas
masyarakat (non syariah) bukan merupakan asuransi yang dikenal oleh para
pendahulu dari kalangan ahli fiqh, karena tidak termasuk transaksi yang dikenal
oleh fiqh Islam, dan tidak pula dari kalangan para sahabat yang membahas
hukimnya.
Perbedaan pendapat tentang asuransi tersebut
disebabkan oleh perbedaan ilmu dan ijtihad mereka. Alasannya antara lain :
1. Pada transaksi asuransi
tersebut terdapat jahalah (ketidaktahuan) dan ghoror (ketidakpastian), dimana
tidak diketahui siapa yang akan mendapatkan keuntungan atau kerugian pada saat
berakhirnya periode asuransi.
2. Di dalamnya terdapat riba
atau syubhat riba. Hal ini akan lebih jelas dalam asuransi jiwa, dimana
seseorang yang memberi polis asuransi membayar sejumlah kecil dana/premi dengan
harapan mendapatkan uang yang lebih banyak dimasa yang akan datang, namun bisa
saja dia tidak mendapatkannya. Jadi pada hakekatnya transaksi ini adalah tukar
menukar uang, dan dengan adanya tambahan dari uang yang dibayarkan, maka ini
jelas mengandung unsur riba, baik riba fadl dan riba nasi'ah.
3. Transaksi ini bisa mengantarkan kedua belah
pihak pada permusuhan dan perselisihan ketika terjadinya musibah. Dimana
masing-masing pihak berusaha melimpahkan kerugian kepada pihak lain.
Perselisihan tersebut bisa berujung ke pengadilan.
4. Asuransi ini termasuk jenis
perjudian, karena salahsatu pihak membayar sedikit harta untuk mendapatkan
harta yang lebih banyak dengan cara untung-untungan atau tanpa pekerjaan. Jika
terjadi kecelakaan ia berhak mendapatkan semua harta yang dijanjikan, tapi jika
tidak maka ia tidak akan mendapatkan apapun.
Melihat keempat hal di atas, dapat dikatakan bahwa
transaksi dalam asuransi yang selama ini kita kenal, belum sesuai dengan
transaksi yang dikenal dalam fiqh Islam. Asuransi syari'ah dengan prinsip
ta'awunnya, dapat diterima oleh masyarakat dan berkembang cukup pesat pada
beberapa tahun terakhir ini.
Asuransi syariah dengan perjanjian di awal yang jelas
dan transparan dengan aqad yang sesuai syariah, dimana dana-dana dan premi
asuransi yang terkumpul (disebut juga dengan dana tabarru') akan dikelola
secara profesional oleh perusahaan asuransi syariah melalui investasi syar'i
dengan berlandaskan prinsip syariah.
Dan pada akhirnya semua dana yang dikelola tersebut
(dana tabarru') nantinya akan dipergunakan untuk menghadapi dan mengantisipasi
terjadinya musibah/bencana/klaim yang terjadi diantara peserta asuransi.
Melalui asuransi syari'ah, kita mempersiapkan diri secara finansial dengan
tetap mempertahankan prinsip-prinsip transaksi yang sesuai dengan fiqh Islam.
Jadi tidak ada keraguan untuk berasuransi syari'ah.
·
Lebih Adil Dengan Asuransi
Syariah
Tak kenal maka tak sayang. Setidaknya begitulah potret
yang bisa diambil dari masih kurangnya minat masyarakat mengikuti asuransi
syariah. Ini tak lain karena kurangnya pengetahuan tentang lembaga keuangan
tersebut. Masyarakat masih minim dengan pengetahuan asuransi. Apalagi ketika
asuransi telah disandingkan dengan nama syariah, tentu lebih banyak istilah
yang perlu diketahui. Tak hanya untuk kepentingan pribadi dan keluarga,
sebenarnya berasuransi juga sangat penting dijalankan oleh pebisnis dalam
rangka menanggulagi risiko kerugian pada aset-aset usahanya.
Sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN),
asuransi syariah diartikan sebagai usaha saling melindungi dan tolong-menolong
diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau
tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu
melalui akad (perikatan) yang sesuai syariah.
Jika seseorang menjadi peserta atau asuransi syariah,
dalam istilah syariah disebut sebagail muamman, sedangkan perusahaan asuransi
disebut dengan muammin. Selayaknya memulai sebuah asuransi, nasabah mengadakan
kontrak dengan perusahaan asuransi. Nah, di sini lah perbedaannya dimulai.
Pada dasarnya asuransi syariah dan asuransi
konvensional mempunyai tujuan sama, yaitu pengelolaan atau penanggulangan
risiko. Namun beberapa perbedaan mendasar dalam kontrak awal menjadikan
asuransi syariah dinilai lebih fair dibandingkan asuransi konvensional.
Menurut Ketua Badan Pelaksana Harian DSN Ma’ruf Amin,
berbeda dengan asuransi konvensional yang menerapkan kontrak jual beli atau
biasa disebut tabaduli, asuransi syariah menggunakan kontrak takafuli atau
tolong menolong antara nasabah satu dengan nasabah yang lain ketika dalam
kesulitan. “Jadi di asuransi syariah ada risk sharing,” ujar Ma’ruf. Sedangkan
dengan akad tabaduli, terjadi jual beli atas risiko yang dipertanggungkan
antara nasabah dengan perusahaan asuransi. Dengan kata lain terjadi transfer
risiko (risk transferring) dari nasabah ke perusahaan asuransi.
Pengelolaan dana melalui asuransi syariah diyakini
dapat terhindar dari unsur yang diharamkan Islam yaitu riba, gharar
(ketidakjelasan dana) dan maisir (judi). Untuk itu perusahaan asuransi syariah
memegang amanah dalam menginvestasikan dana nasabah sesuai prinsip syariah.
Sesuai akadnya, mudharabah, yaitu akad kerja sama dimana peserta menyediakan
100% modal, dan dikelola oleh perusahaan asuransi, dengan menentukan kontrak
bagi hasil.
Jika nasabah asuransi syariah mengajukan klaim, dana
klaim berasal dari rekening tabarru’ (kebajikan) seluruh peserta. Berbeda
dengan klaim asuransi konvensional yang berasal dari perusahaan asuransinya.
Satu lagi kelebihan asuransi syariah, yaitu tidak
mengenal istilah dana hangus layaknya asuransi konvensional. Peserta asuransi
syariah bisa mendapatkan uangnya kembali meskipun belum datang jatuh tempo.
Karena konsepnya adalah wadiah (titipan), dana dikembalikan dari rekening
peserta yang telah dipisahkan dari rekening tabarru’. Lagi pula biaya
operasional asuransi syariah. Hal tersebut wajar, mengingat pembebanan biaya
operasional ditanggung pemegang polis asuransi, terbatas pada kisaran 30% dari
premi, sehingga pembentukan pada nilai tunai cepat terbentuk di tahun pertama
dengan memiliki nilai 70% dari premi. Bandingkan dengan pembebanan biaya
operasional asuransi konvensional yang ditanggung seluruhnya oleh pemegang
polis, sehingga pembentukan nilai tunai menjadi lambat di tahun-tahun pertama
menjadi bernilai nol.
Kondisi tersebut juga memungkinkan peserta asuransi
umum syariah menerima kembali sebagian premi jika ternyata hingga saat jatuh
tempo belum ada klaim. Tentunya juga dengan perhitungan bagi hasil yang telah
disetujui di awal kontrak, yang nilainya bergantung pada hasil investasi pada
tahun tersebut.
·
Keunggulan Sistem Asuransi
Syariah
Sistem Asurasi Syariah memiliki perbedaan dan
keunggulan lebih bila dibanding sistem asuransi konvensional. Perbedaan dan
keunggulannya terdapat pada prosedur penyimpanan dana, operasionalisasi dana
asuransi, dan akadnya.
Ketua Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Muhammad
Zubair mengatakan, terdapat perbedaan antara asuransi syariah dan konvensional,
yaitu penempatan dana berdasarkan bagi hasil bukan bunga, premi tidak boleh
digunakan perusahaan asuransi untuk hal-hal yang melanggar syariat, uang yang
diberikan pada klien nasabah dari perusahaan tidak boleh digunakan bila premi
yang dibayar klien jatuh tempo, dan bila perusahaan untung, maka keuntungan
dipotong dua setengah persen untuk zakat.
"Asuransi syariah unggul dari segi akad. Dalam
akad harus jelas karena menentukan sah tidaknya secara syariat. Klien nasabah
bisa mengambil akad mudharabah atau tabarru. Asasnya bukan jual beli seperti di
asuransi konvensional, tapi tolong menolong," kata Zubair pada Talk Show
Islamic Insurance yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Asuransi
Syariah (BEMJ AS) Fakultas Syariah dan Hukum, di Teater lt.2, Selasa
(1/5).Meski memiliki keunggulan, kata Direktur Utama MAA Life Assurance Syariah
Hardy Harahap masih menghadapi sejumlah permasalahan terutama minimnya regulasi
yang mengatur sistem asuransi itu. Kini, baru terdapat satu Undang-Undang (UU)
yang mengatur secara khusus menyangkut sistem asuransi syariah, yaitu UU Nomor
2 tahun 1992. Kendati demikian, lanjut Hardy, UU itu belum mampu mengakomodasi
semua kebutuhan terkait regulasi asuransi syariah.
Hardy mencontohkan, bila terjadi persengketaan antara
perusahaan dan klaim nasabah, maka menurut UU itu harus diselesaikan di
peradilan syariah. Sementara itu, pemerintah belum menyediakan kelembagaan
peradilan syariahnya, peradilan seperti itu baru ada di Aceh. Menghadapi
persoalan itu, Hardy meminta pengelola asuransi membuat draf UU yang nanti
diajukan ke pemerintah. Upaya itu agar sistem asuransi syariah tidak cacat
hukum dan terjaga kemurniannya dari unsur ribawi.
"Asuransi harus dipergunakan demi kemaslahatan
umat," kata Hardy. Perundang-undangannya harus segera dilengkapi, agar
mempermudah proses birokrasi dan meningkatnya minat kaum Muslimin untuk segera
beralih ke asuransi syariah.
Sumber:
a.
Majalah ReInfokus April 2006
b.
Fatwa
Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia
c.
Ismanto,
Kuat. 2009. Asuransi Syari’ah. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
d.
Iqbal,
Muhaimin. 2005. Asuransi Umum Syariah Dalam Praktik. Jakarta : Gema
Insani Press
e.
Anshori, Abdul Ghofur. 2008. Asuransri Syari’ah
di Indonesia . Yogya karta : UII Press Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar