Kamis, 27 Desember 2012

artikel


Tugas Individu                                                                                              Dosen Pembimbing
Pasar dan Lembaga Keuangan Syariah                              Hidayati Nasrah,SE,M.ACC,Ak
                                                                                                               

Mengapa Asuransi Syariah itu penting? Dan Apa Yang Menjadi Keunggulan Dari Sistem Asuransi Syariah Ini?”



Disusun Oleh :
IRMA YUNI
10973005678

JURUSAN AKUNTANSI S1
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM
PEKANBARU

 
2012

Mengapa Asuransi Syariah itu penting? Dan Apa Yang Menjadi Keunggulan Dari Sistem Asuransi Syariah Ini?
Definisi asuransi syari'ah menurut Dewan Syariah Nasional adalah usaha untuk saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru' yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko/bahaya tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.
Asuransi Syariah adalah sebuah sistem dimana para partisipan/anggota/peserta mendonasikan/menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk membayar klaim, jika terjadi musibah yang dialami oleh sebagian partisipan/anggota/peserta. Peranan perusahaan disini hanya sebatas pengelolaan operasional perusahaan asuransi serta investasi dari dana-dana/kontribusi yang diterima/dilimpahkan kepada perusahaan.
Asuransi syari'ah disebut juga dengan asuransi ta'awun yang artinya tolong menolong atau saling membantu . Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Asuransi ta'awun prinsip dasarnya adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami peserta. Prinsip ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 2, yang artinya :
"Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan".
·       Mengapa Asuransi Syariah Penting?
Asuransi yang selama ini digunakan oleh mayoritas masyarakat (non syariah) bukan merupakan asuransi yang dikenal oleh para pendahulu dari kalangan ahli fiqh, karena tidak termasuk transaksi yang dikenal oleh fiqh Islam, dan tidak pula dari kalangan para sahabat yang membahas hukimnya.
Perbedaan pendapat tentang asuransi tersebut disebabkan oleh perbedaan ilmu dan ijtihad mereka. Alasannya antara lain :
1.      Pada transaksi asuransi tersebut terdapat jahalah (ketidaktahuan) dan ghoror (ketidakpastian), dimana tidak diketahui siapa yang akan mendapatkan keuntungan atau kerugian pada saat berakhirnya periode asuransi.
2.      Di dalamnya terdapat riba atau syubhat riba. Hal ini akan lebih jelas dalam asuransi jiwa, dimana seseorang yang memberi polis asuransi membayar sejumlah kecil dana/premi dengan harapan mendapatkan uang yang lebih banyak dimasa yang akan datang, namun bisa saja dia tidak mendapatkannya. Jadi pada hakekatnya transaksi ini adalah tukar menukar uang, dan dengan adanya tambahan dari uang yang dibayarkan, maka ini jelas mengandung unsur riba, baik riba fadl dan riba nasi'ah.
3.       Transaksi ini bisa mengantarkan kedua belah pihak pada permusuhan dan perselisihan ketika terjadinya musibah. Dimana masing-masing pihak berusaha melimpahkan kerugian kepada pihak lain. Perselisihan tersebut bisa berujung ke pengadilan.
4.      Asuransi ini termasuk jenis perjudian, karena salahsatu pihak membayar sedikit harta untuk mendapatkan harta yang lebih banyak dengan cara untung-untungan atau tanpa pekerjaan. Jika terjadi kecelakaan ia berhak mendapatkan semua harta yang dijanjikan, tapi jika tidak maka ia tidak akan mendapatkan apapun.

Melihat keempat hal di atas, dapat dikatakan bahwa transaksi dalam asuransi yang selama ini kita kenal, belum sesuai dengan transaksi yang dikenal dalam fiqh Islam. Asuransi syari'ah dengan prinsip ta'awunnya, dapat diterima oleh masyarakat dan berkembang cukup pesat pada beberapa tahun terakhir ini.
Asuransi syariah dengan perjanjian di awal yang jelas dan transparan dengan aqad yang sesuai syariah, dimana dana-dana dan premi asuransi yang terkumpul (disebut juga dengan dana tabarru') akan dikelola secara profesional oleh perusahaan asuransi syariah melalui investasi syar'i dengan berlandaskan prinsip syariah.
Dan pada akhirnya semua dana yang dikelola tersebut (dana tabarru') nantinya akan dipergunakan untuk menghadapi dan mengantisipasi terjadinya musibah/bencana/klaim yang terjadi diantara peserta asuransi. Melalui asuransi syari'ah, kita mempersiapkan diri secara finansial dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip transaksi yang sesuai dengan fiqh Islam. Jadi tidak ada keraguan untuk berasuransi syari'ah.

·        Lebih Adil Dengan Asuransi Syariah
Tak kenal maka tak sayang. Setidaknya begitulah potret yang bisa diambil dari masih kurangnya minat masyarakat mengikuti asuransi syariah. Ini tak lain karena kurangnya pengetahuan tentang lembaga keuangan tersebut. Masyarakat masih minim dengan pengetahuan asuransi. Apalagi ketika asuransi telah disandingkan dengan nama syariah, tentu lebih banyak istilah yang perlu diketahui. Tak hanya untuk kepentingan pribadi dan keluarga, sebenarnya berasuransi juga sangat penting dijalankan oleh pebisnis dalam rangka menanggulagi risiko kerugian pada aset-aset usahanya.
Sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN), asuransi syariah diartikan sebagai usaha saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai syariah.
Jika seseorang menjadi peserta atau asuransi syariah, dalam istilah syariah disebut sebagail muamman, sedangkan perusahaan asuransi disebut dengan muammin. Selayaknya memulai sebuah asuransi, nasabah mengadakan kontrak dengan perusahaan asuransi. Nah, di sini lah perbedaannya dimulai.
Pada dasarnya asuransi syariah dan asuransi konvensional mempunyai tujuan sama, yaitu pengelolaan atau penanggulangan risiko. Namun beberapa perbedaan mendasar dalam kontrak awal menjadikan asuransi syariah dinilai lebih fair dibandingkan asuransi konvensional.
Menurut Ketua Badan Pelaksana Harian DSN Ma’ruf Amin, berbeda dengan asuransi konvensional yang menerapkan kontrak jual beli atau biasa disebut tabaduli, asuransi syariah menggunakan kontrak takafuli atau tolong menolong antara nasabah satu dengan nasabah yang lain ketika dalam kesulitan. “Jadi di asuransi syariah ada risk sharing,” ujar Ma’ruf. Sedangkan dengan akad tabaduli, terjadi jual beli atas risiko yang dipertanggungkan antara nasabah dengan perusahaan asuransi. Dengan kata lain terjadi transfer risiko (risk transferring) dari nasabah ke perusahaan asuransi.
Pengelolaan dana melalui asuransi syariah diyakini dapat terhindar dari unsur yang diharamkan Islam yaitu riba, gharar (ketidakjelasan dana) dan maisir (judi). Untuk itu perusahaan asuransi syariah memegang amanah dalam menginvestasikan dana nasabah sesuai prinsip syariah. Sesuai akadnya, mudharabah, yaitu akad kerja sama dimana peserta menyediakan 100% modal, dan dikelola oleh perusahaan asuransi, dengan menentukan kontrak bagi hasil.
Jika nasabah asuransi syariah mengajukan klaim, dana klaim berasal dari rekening tabarru’ (kebajikan) seluruh peserta. Berbeda dengan klaim asuransi konvensional yang berasal dari perusahaan asuransinya.
Satu lagi kelebihan asuransi syariah, yaitu tidak mengenal istilah dana hangus layaknya asuransi konvensional. Peserta asuransi syariah bisa mendapatkan uangnya kembali meskipun belum datang jatuh tempo. Karena konsepnya adalah wadiah (titipan), dana dikembalikan dari rekening peserta yang telah dipisahkan dari rekening tabarru’. Lagi pula biaya operasional asuransi syariah. Hal tersebut wajar, mengingat pembebanan biaya operasional ditanggung pemegang polis asuransi, terbatas pada kisaran 30% dari premi, sehingga pembentukan pada nilai tunai cepat terbentuk di tahun pertama dengan memiliki nilai 70% dari premi. Bandingkan dengan pembebanan biaya operasional asuransi konvensional yang ditanggung seluruhnya oleh pemegang polis, sehingga pembentukan nilai tunai menjadi lambat di tahun-tahun pertama menjadi bernilai nol.
Kondisi tersebut juga memungkinkan peserta asuransi umum syariah menerima kembali sebagian premi jika ternyata hingga saat jatuh tempo belum ada klaim. Tentunya juga dengan perhitungan bagi hasil yang telah disetujui di awal kontrak, yang nilainya bergantung pada hasil investasi pada tahun tersebut.
·        Keunggulan Sistem Asuransi Syariah
Sistem Asurasi Syariah memiliki perbedaan dan keunggulan lebih bila dibanding sistem asuransi konvensional. Perbedaan dan keunggulannya terdapat pada prosedur penyimpanan dana, operasionalisasi dana asuransi, dan akadnya.
Ketua Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Muhammad Zubair mengatakan, terdapat perbedaan antara asuransi syariah dan konvensional, yaitu penempatan dana berdasarkan bagi hasil bukan bunga, premi tidak boleh digunakan perusahaan asuransi untuk hal-hal yang melanggar syariat, uang yang diberikan pada klien nasabah dari perusahaan tidak boleh digunakan bila premi yang dibayar klien jatuh tempo, dan bila perusahaan untung, maka keuntungan dipotong dua setengah persen untuk zakat.
"Asuransi syariah unggul dari segi akad. Dalam akad harus jelas karena menentukan sah tidaknya secara syariat. Klien nasabah bisa mengambil akad mudharabah atau tabarru. Asasnya bukan jual beli seperti di asuransi konvensional, tapi tolong menolong," kata Zubair pada Talk Show Islamic Insurance yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Asuransi Syariah (BEMJ AS) Fakultas Syariah dan Hukum, di Teater lt.2, Selasa (1/5).Meski memiliki keunggulan, kata Direktur Utama MAA Life Assurance Syariah Hardy Harahap masih menghadapi sejumlah permasalahan terutama minimnya regulasi yang mengatur sistem asuransi itu. Kini, baru terdapat satu Undang-Undang (UU) yang mengatur secara khusus menyangkut sistem asuransi syariah, yaitu UU Nomor 2 tahun 1992. Kendati demikian, lanjut Hardy, UU itu belum mampu mengakomodasi semua kebutuhan terkait regulasi asuransi syariah.
Hardy mencontohkan, bila terjadi persengketaan antara perusahaan dan klaim nasabah, maka menurut UU itu harus diselesaikan di peradilan syariah. Sementara itu, pemerintah belum menyediakan kelembagaan peradilan syariahnya, peradilan seperti itu baru ada di Aceh. Menghadapi persoalan itu, Hardy meminta pengelola asuransi membuat draf UU yang nanti diajukan ke pemerintah. Upaya itu agar sistem asuransi syariah tidak cacat hukum dan terjaga kemurniannya dari unsur ribawi.
"Asuransi harus dipergunakan demi kemaslahatan umat," kata Hardy. Perundang-undangannya harus segera dilengkapi, agar mempermudah proses birokrasi dan meningkatnya minat kaum Muslimin untuk segera beralih ke asuransi syariah.



Sumber:
a.       Majalah ReInfokus April 2006
b.      Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia
c.       Ismanto, Kuat. 2009. Asuransi Syari’ah. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
d.      Iqbal, Muhaimin. 2005. Asuransi Umum Syariah Dalam Praktik. Jakarta : Gema Insani Press
e.       Anshori, Abdul Ghofur. 2008. Asuransri Syari’ah di Indonesia . Yogya karta : UII Press Yogyakarta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar