Kamis, 27 Desember 2012

WAKAF


A.    Pengertian Wakaf
Kata “wakaf” atau “waqf” berasal dari bahasa Arab “waqafa” berarti “menahan” atau “berhenti” atau “diam ditempat” atau “tetap berdiri”. Kata al-Waqf dalam bahasa Arab mengandung beberapa pengertian, yaitu : menahan, menahan harta untuk diwakafkan. Secara syariah, wakaf berarti menahan harta dan memberikan manfaatnya di jalan Allah.
Sebagai satu istilah dalam syariah Islam, wakaf diartikan sebagai penahanan hak milik atas materi benda (al-‘ain) untuk tujuan menyedekahkan manfaat dan faedahnya (al-manfa’ah). Sedangkan dalam buku-buku fiqih, para ulama berbeda pendapat dalam member pengertian wakaf. Perbedaan pandangan tentang terminology wakaf adalah sebagai berikut :
a.       Mazhab Hanafi
Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap milik si wakif/pewakaf dan mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan.
b.      Mazhab Maliki
Wakaf adalah menahan benda milik pewakaf (dari penggunaan secara kepemilikan-termasuk upah), tetapi membolehkan pemanfatan hasilnya untuk tujuan kebajikan, yaitu pemberian manfaat benda secara wajar untuk suatu masa tertentu sesuai lafal akad wakaf dan tidak boleh disyaratkan sebagai wakaf lafal (selamanya).
c.       Mazhab Syafi’I dan Ahmad bin Hambal
Wakaf adalah menahan harta pewakaf untuk bisa dimanfaatkan disegala bidang kemaslahatan dengan tetap melanggengkan harta tersebut sebagai taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT.
d.      Pendapat Lain
Mazhab lain sama dengan mazhab ketiga, namun berbeda dari segi kepemilikan atas benda yang diwakafkan yaitu kepemilikan berpindah kepada Allah SWT, maka ia bukan milik pewakaf dan juga bukan milik penerima wakaf.
Berdasarkan uraian mengenai definisi di atas, maka kita dapat menilai bahwa wakaf adalah suatu bentuk philantrophy yang mirip dengan jenis philantrophy lainnya dalam Islam baik itu infak/shadaqah maupun hibah. Persamaannya dalam bentuk penyerahan barang/sumber daya pada pihak lain. Tetapi jika kita bandingkan secara langsung, akan dapat dilihatnya perbedaannya. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari table berikut ini :
Wakaf
Infak/Shadaqah/Hibah
Menyerahkan kepemilikan suatu barang kepada orang lain.
Menyerahkan kepemilikan suatu barang kepada pihak lain.
Hak milik atas barang dikembalikan kepada Allah.
Hak milik atas barang diberikan kepada penerima shadaqah/hibah.
Objek wakaf tidak boleh diberikan atau dijual kepada pihak lain.
Objek shadaqah/hibah boleh diberikan atau dijual kepada pihak lain
Manfaat barang biasanya dinikmati untuk kepentingan sosial
Manfaat barang dinikmati oleh penerima shadaqah/hibah.
Objek wakaf biasanya kekal zatnya.
Objek shadaqah/hibah tidak harus kekal zatnya
Pengelolaan objek wakaf diserahkan kepada administrator yang disebut nadzir/mutawilli.
Pengelolaan objek shadaqah/hibah diserahkan kepada si penerima.

B.     Sejarah dan Perkembangan Wakaf di Indonesia
Lembaga wakaf yang berasal dari agam islam ini telah diterima (diresepsi) menjadi hukum adat bangsa Indonesia sendiri. Di samping itu, suatu kenyataan pula bahwa diindonesia banyak terdapat benda wakaf, baik wakaf benda bergerak atau benda tak bergerak. Kalau kita perhatika dinegara-negara muslim lain, wakaf mendapat perhatian yang cukup sehingga wakaf menjadi amal social yang mampu memberikan manfaat kepada masyarakat banyak.
Dalam perjalanan sejarah wakaf terus berkembang dan akan selalu berkembang bersamaan dengan laju perubahan zaman dengan berbagai inovasi-inovasi yang relevan, seperti bentuk wakaf uang, wakaf Hak Atas Kekayaan Intelektual (Haki), dan lain-lain. Di Indonesia sendiri, saat ini wakaf kian mendapat perhatian yang cukup serius dengan diterbutkannya Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan PP No. 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaannya.
C.    Dasar Hukum
Secara umum tidak terdapat ayat Al-Quran yang menerangkan konsep wakaf secara jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang  infaq fi sabilillah. Di antara ayat-ayat tersebut antara lain QS. Al-Baqarah (2) : 267, QS. Ali Imran (3) 92, QS. Al-Baqarah (2) : 261.
Di antara hadis yang menjadi dasar dan dalil wakaf adalah hadis menceritakan tentang kisah Umar bin Al-Khathab ketika memperoleh tanah di Khaibar. Setelah ia meminta petunjuk Nabi tentang tanah tersebut, Nabi menganjurkan untuk menahan asal tanah dan menyedekahkan hasilnya.
Selain dasar dari Al-Quran dan hadis diatas, para ulama sepakat (ijma’) menerima wakaf sebagai satu amal jariah yang disyariatkan dalam islam. Tidak ada orang yang dapat menafikan dan menolak amalan wakaf dalam Islam karena wakaf telah menjadi amalan yang senantiasa dijalankan dan diamalkan oleh para sahabat Nabi dan kaum muslimin sejak masa awal Islam hingga sekarang.
D.    Rukun dan Syarat
Rukun wakaf ada empat rukun yang mesti dipenuhi dalam berwakaf, yaitu :
a.       Orang yang berwakaf (al-waqif)
b.      Benda yang diwakafkan (al-mauquf)
c.       Orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf ‘alaihi)
d.      Lafaz atau ikrar wakaf (sighah)

Adapun syarat-syarat wakaf antara lain :
a.       Syarat-syarat orang yang berwakaf (al-waqif)
·         Memiliki secara penuh harta itu
·         Berakal
·         Baligh
·         Mampu bertindak secara hukum (rasyid)
b.      Benda yang diwakafkan (al-mauquf)
·         Barang berharga
·         Diketahui kadarnya
·         Dimiliki oleh orang yang berwakaf
·         Berdiri sendiri
c.       Orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf ‘alaihi)
·         Tertentu (mu’ayyan) : muslim, merdeka, dan kafir zimmi
·         Tidak tertentu (ghaira mu”ayyan) : yang akan menerima wakaf itu harus dapat menjadikan wakaf itu untuk kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
d.      Lafaz atau ikrar wakaf (sighah)
·         Ta’bid
·         Tanjis
·         Pasti
·         Tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan

E.     Jenis Wakaf
a.       Berdasarkan Peruntukan
·         Wakaf ahli (Wakaf Dzurri)
Wakaf jenis ini kadang-kadang juga disebut wakaf ‘alal aulad, yaitu wakaf yang diperuntukan bagi kepentingan dan jaminan social dalam lingkungan keluarga, dan lingkungan kerabat sendiri.
·         Wakaf khairi (kebajikan)
Adalah wakaf yang secara tegas untuk kepentingan agama (keagamaan) atau kemasyarakatan (kebajikan umum).
b.      Berdasarkan Jenis Harta
·         Benda tidak bergerak, meliputi :
a.       Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
b.      Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah
c.       Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah
d.      Hak milik atas satuan rumah susun sesuai peraturan perundang-undangan
e.       Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan prinsip syariah.
·         Benda bergerak selain uang
·         Benda bergerak berupa uang (wakaf tunai, cash waqf)
Yang merupakan inovasi dalam keuangan public Islam (Islamic Society Finance), karena jarang ditemukan pada fikih klasik.
c.       Berdasarkan Waktu
·         Muabbad, yaitu wakaf yang diberikan untuk selamanya
·         Mu’aqqot, yaitu wakaf yang diberikan dalam jangka waktu tertentu
d.      Berdasarkan Penggunaan Harta yang Diwakafkan
·         Mubasyir/dzati
Yaitu harta wakaf yang menghasilkan pelayanan masyarakat dan bisa digunakan secara langsung seperti madrasah dan rumah sakit.
·         Istitsmary
Yaitu harta wakaf yang ditujukan untuk penanaman modal dalam produksi barang-barang dan pelayanan yang dibolehkan syara’ dalam bentuk apapun kemudian hasilnya diwakafkan sesuai keinginan pewakaf.
F.     Sasaran dan Tujuan Wakaf
Secara umum, tujuan wakaf adalah kemaslahatan manusia, dengan mendekatkan diri kepada Allah, serta memperoleh pahala dari pemanfaatan harta yang diwakafkan yang akan terus mengalir walaupun pewakaf sudah meninggal dunia. Selain itu wakaf memiliki fungsi social, karena sasaran wakaf bukan sekedar untuk fakir miskin tetapi juga untuk kepentingan public dan masyakat luas.
Wakaf memiliki sasaran khusus yang spesifik, yaitu :
1.      Semangat keagamaan
Allah berfirma : “dan carilah wasilah (sarana) untuk menuju kepadanya.” (QS.5:35). Sasaran wakaf ini berperan sebagai sasaran untuk mewujudkan sesuatu yang diniatkan oleh seorang pewakaf.
2.      Semangat social
Sasaran ini diarahkan pada aktifitas kebajikan, didasarkan pada kesadaran manusia untuk berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat. Sehingga, wakaf yang dikeluarkan merupakan bukti partisipasi dalam pembangunan masyarakat.
3.      Motivasi keluarga
Motivasi ini ingin menjadikan wakaf sebagai sarana mewujudkan rasa bertanggung jawab kepada keluarga, terutama sebagai jaminan hidup di masa depan.
4.      Dorongan kondisional
Terjadi jika ada seseorang yang diteinggalkan keluargnya, sehingga tidak ada yang akan menanggungnya. Atau, seorang perantau yang jauh meninggalkan keluarga. Dengan wakaf, pewakaf bisa menyalurkan hartanya untuk menyantuni orang-orang tersebut.
5.      Dorongan naluri
Naluri manusia memang tidak ingin lepas dari kepemilikannya. Setiap orang cenderung ingin menjaga peninggalan harta orang tua atau kakeknya dari kehancuran atau kemusnahan.
G.    Pengelola Wakaf
Salah satu hal penting diluar rukun dan ketentuan syariah dalam wakaf adalah kehadiran pengelola wakaf (nazhir). Bahkan dalam UU No. 41/2004, pengelola wakaf adalah salah satu dari unsur wakaf. Pengelola wakaf dapat dijalankan oleh perseorangan, maupun lembaga (baik berbadan hukum atau organisasi kemasyarakatan).
Pengertian pengelola wakaf adalah pihak menerima harta benda wakaf dari pewakaf untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Posisi pengelola wakaf sebagai pihak yang bertugas untuk memelihara dan mengelola harta wakaf, mempunyai kedudukan yang penting dalam perwakafan.
Hal-hal yang wajib dilakukan oleh pengelola wakaf, yaitu :
1)      Melakukan pengeloaan dan pemeliharaan barang diwakafkan, baik pewakaf mensyaratkan secara tertulis atau tidak.
2)      Melaksanakan syarat pewakaf.
3)      Membela dan mempertahankan kepentingan harta wakaf.
4)      Melunasi utang wakaf dengan menggunakan pendapatan atau hasil produksi harta wakaf tersebut.
5)      Menaikkan hak-hak mustahik dari harta wakaf, tanpa menundanya, kecuali terjadi sesuatu yang mengakibatkan pembagian tersebut tertunda.
Hal-hal yang boleh dilakukan pengelola wakaf, yaitu :
1)      Menyewakan harta wakaf
2)      Menanami tanah wakaf
3)      Membangun pemukiman di atas tanah wakaf untuk disewakan
4)      Mengubah kondisi menjadi lebih baik
Hal-hal yang tidak boleh dilakukan pengelola wakaf, yaitu :
1)      Tidak melakukan dominasi atas harta wakaf
2)      Tidak boleh terutang atas nama wakaf
3)      Tidak boleh menggadaikan harta wakaf dengan membebankan biaya tebusan kepada kekayaan wakaf, atau dirinya, atau kepada salah seorang dari mustahik.
4)      Tidak boleh mengizinkan seseorang menggunak harta wakaf tanpa bayaran
5)      Tidak boleh meminjamkan harta wakaf kepada pihak yang tidak termasuk dalam golongan peruntukan wakaf.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar