BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Selama ini perusahaan dianggap sebagai
lembaga yang dapat memberikan banyak keuntungan bagi masyarakat. Ia bisa
memberikan kesempatan kerja, menyediakan barang yang dibutuhkan masyarakat
untuk dikonsumsi, ia membayar pajak, memberikan sumbangan, dan lain-lain.
Karenanya perusahaan mendapat legitimasi bergerak leluasa melaksanakan
kegiatannya.
Namun, lama kelamaan karena memang
perusahaan ini dikenal juga sebagai “binatang ekonomi” yang mencari keuntungan
sebesar-besarnya, akhirnya semakin disadari bahwa dampak yang dilakukannya
terhadap masyarakat cukup besar dan semakin lama semakin besar yang sukar
dikendalikan seperti polusi, keracunan, kebisingan, diskriminasi, pemaksaan,
kesewenang-wenangan, dan produksi makanan haram. Dampak luar ini disebut Externalities.
Karena besarnya dampak externalities
terhadap kehidupan masyarakat, masyarakat pun menginginkan agar dampak ini
dikontrol sehingga dampak negatif, external
diseconomy atau social cost yang
ditimbulkannya tidak semakin besar. Dari sini berkembanglah ilmu akuntansi yang
selama ini dikenal hanya memberikan inormasi tentang kegiatan perusahaan dengan
pihak ketiga, maka dengan adanya tuntutan ini maka akuntansi bukan hanya
merangkum informasi tentang hubungan perusahaan dengan pihak ketiga, tetapi
juga dengan lingkungannya. Hubungan perusahaan dengan lingkungannya bersifat non-reciprocal artinya transaksi itu
tidak menimbulkan prestasi timbal-balik dari pihak yang berhubungan. Ilmu
akuntansi yang mencatat, mengukur, melaporkan, externalities ini disebut dengan Socio Economy Accounting (SEA) atau sebagian menyebutnya akuntansi
sosial.
Ilmu Socio
Economy Accounting (SEA) atau akuntansi sosial ini merupakan bidang ilmu
akuntansi yang berfungsi dan mencoba mengindentifikasi, mengukur, menilai,
melaporkan aspek-aspek social benefit dan social cost yang ditimbulkan oleh
lembaga. Pengukuran ini pada akhirnya akan diupayakan sebagai informasi yang
dijadikan dasar dalam proses pengambilan keputusan untuk meningkatkan peran
lembaga, baik perusahaan atau yang lain untuk meningkatkan kualitas hidup
masyarakat dan lingkungan secara keseluruhan.
Defenisi dari Ahmed Belkaoui menyatakan
bahwa “SEA timbul dari penerapan akuntansi dalam ilmu sosial, ini menyangkut
peraturan, pengukuran analisis, dan pengungkapan pengaruh ekonomi dan sosial
dari kegiatan pemerintah dan perusahaan. Hal ini termasuk kegiatan yang
bersifat mikro dan makro. Pada tingkat makro bertujuan untuk mengukur dan
mengungkapkan kegiatan ekonomi dan sosial negara mencakup social accounting dan
reporting peranan akuntansi dalam pembangunan ekonomi. Pada tingkat mikro
bertujuan untuk mengukur dan melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap
lingkungannya, mencakup : financial dan
managerial social accounting, social
auditing.”
Social Economy Accounting merupakan
pengukuran mengenai bagaimana efisiensi suatu sistem ekonomi berfungsi dan
memberikan data periodik yang menyangkut indikasi posisi suatu negara
menyangkut ukuran externalities. SEA sangat diperlukan dalam suatu sistem ekonomi
yang bercirikan sintese, dari ekonomi
antara Social Economy dan Institutional Economy. Social Economy
mempunyai komitmen yang dalam terhadap kesejahteraan manusia dan keadilan,
sedangkan institutionalist mempunyai komitmen yang besar terhadap pragmatisme
dalam menganalsis sosial ekonomi masyarakat. Negara kita adalah negara yang
memperjuangkan kesejahteraan rakyatnya, oleh karena itu SEA ini penting
diterapkan bahkan diharuskan untuk diterapkan oleh semua perusahaan dan lembaga
di negara kita.
2. Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan penyusunan makalah ini adalah :
1. Memberi
gambaran tentang posisi akuntan terhadap sosial ekonomi akuntansi,
2. Memberi
gambaran bagaimana solusi akuntan terhadap penerapan prinsip dan standar
akuntansi,
3. Memberi
gambaran bagaimana pelaporan sosial ekonomi akuntansi,
4. Memberi
gambaran corporate social responsibility perusahaan
terhadap isu-isu yang berkembang dimasyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
- Teori-Teori Yang Berkaitan Dengan Posisi Akuntan
1.1.Teori agensi
Menurut
ikhsan dan ishak (2005), teori agensi didasarkan pada teori ekonomi. Dari sudut
pandang teori agensi, prinsipal (pemilik
atau manajer puncak) membawahi agen (karyawan atau manajer yang lebih rendah)
untuk melaksanakan kinerja yang efisien. Teori ini mengasumsikan kinerja yang efisien
dan bahwa kinerja organisasi ditentukan oleh usaha dan pengaruh kondisi
lingkungan.
Teori ini
secara umum mengasumsikan bahwa prinsipal bersifat netral terhadap resiko dan
sementara agen bersifat menolak usaha dan resiko. Agen dan prinsipal diasumsikan
termotivasi oleh kepentingannya sendiri, dan sering kali kepentingan antara
keduanya berbenturan. Menurut pandangan prinsipal, kompensasi yang diberikan
kepada agen tersebut didasarkan pada hasil, sementara menurut pandangan agen,
dia lebih suka jika sistem kompensasi tersebut tidak semata-mata melihat hasil
tetapi juga tingkat usaha.
Adanya
perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen menyebabkan timbulnya asimetri
informasi, dimana agen lebih mengetahui kondisi riil perusahaan dibandingkan
dengan prinsipal, sehingga prinsipal tidak tahu apakah usaha yang dilakukan
agen memang sudah benar-benar optimal.
1.2.Teori stakeholder
Berdasarkan teori stakeholder (Ihyaul, 2009),
manajemen organisasi diharapkan untuk melakukan aktivitas yang dianggap penting
oleh stakeholder mereka dan melaporkan kembali aktivitas-aktivitas tersebut
pada stakeholder. Teori ini menyatakan bahwa seluruh stakeholder memiliki hak
untuk disediakan informasi tentang bagaimana aktivitas organisasi mempengaruhi
mereka (sebagai contoh melalui polusi, sponsorship, inisiatif pengamanan, dan
lain-lain), bahkan ketika mereka memilih untuk tidak menggunakan informasi
tersebut dan bahkan ketika mereka tidak dapat secara langsung memainkan peran
yang konstruktif dalam kelangsungan hidup organisasi.
Lebih lanjut Ihyaul (2009) menyatakan
bahwa teori stakeholder menekankan akuntabilitas organisasi jauh melebihi
kinerja keuangan atau ekonomi sederhana. Teori ini menyatakan bahwa organisasi
akan memilih secara sukarela mengungkapkan informasi tentang kinerja lingkungan,
sosial dan intelektual mereka, melebihi dan di atas permintaan wajibnya, untuk
memenuhi ekspektasi sesungguhnya atau yang diakui oleh stakeholder.
Tujuan utama dari stakeholder adalah
untuk membantu manajer korporasi mengerti lingkungan stakeholder mereka dan melakukan
pengelolaan dengan lebih efektif di antara keberadaan hubungan-hubungan di
lingkungan perusahaan mereka. Namun demikian, tujuan yang lebih luas dari teori
stakeholder adalah untuk menolong manajer korporasi dalam meningkatkan nilai
dari dampak aktifitas-aktifitas mereka, dan meminimalkan kerugian-kerugian bagi
stakeholder. Pada kenyataannya, inti keseluruhan teori stakeholder terletak
pada apa yang akan terjadi ketika korporasi dan stakeholder menjalankan
hubungan mereka.
Teori stakeholder harus dipandang dari
kedua bidangnya, yaitu baik bidang etika (moral) maupun bidang manajerial.
Bidang etika berargumen bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk
diperlakukan secara adil oleh organisasi, dan manajer harus mengelola organisasi
untuk keuntungan seluruh stakeholder (Ihyaul, 2009). Ketika manajer mampu
mengelola organisasi secara maksimal, khususnya dalam upaya penciptaan nilai
bagi perusahaan, maka itu artinya manajer telah memenuhi aspek etika dari teori
ini.
Penciptaan nilai (value cretion) dalam
konteks ini adalah dengan memanfaatkan seluruh potensi yang dimiliki
perusahaan, baik karyawan (human capital), aset fisik (physical capital),
maupun structural capital. Pengelolaan yang baik atas seluruh potensi ini akan
menciptakan value added bagi perusahaan yang kemudian dapat mendorong kinerja
keuangan perusahaan untuk kepentingan stakeholder.
Bidang manajerial dari teori stakeholder
berpendapat bahwa kekuatan stakeholder untuk mempengaruhi manajemen korporasi
harus dipandang sebagai fungsi dari tingkat pengendalian stakeholder atas
sumber daya yang dibutuhkan organisasi (Ihyaul, 2009 ). Ketika para stakeholder
berupaya untuk mengendalikan sumber daya organisasi, maka orientasinya adalah
untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Kesejahteraan tersebut diwujudkan
dengan semakin tingginya return yang dihasilkan oleh organisasi.
Dalam konteks ini, para stakeholder
berkepentingan untuk mempengaruhi manajemen dalam proses pemanfaatan seluruh
potensi yang dimiliki oleh organisasi. Karena hanya dengan pengelolaan yang
baik dan maksimal atas seluruh potensi inilah organisasi akan dapat menciptakan
value added untuk kemudian mendorong kinerja keuangan perusahaan yang merupakan
orientasi para stakeholder dalam mengintervensi manajemen.
1.3.Teori legitimasi
Teori leigitimasi berhubungan erat
dengan teori stakeholder. Teori legitimasi menyatakan bahwa organisasi secara
berkelanjutan mencari cara untuk menjamin operasi mereka berada dalam batas dan
norma yang berlaku di masyarakat (Ihyaul, 2009). Menurut Ihyaul (2009), dalam
perspektif teori legitimasi, suatu perusahaan akan secara sukarela melaporkan
aktifitasnya jika manajemen menganggap bahwa hal ini adalah yang diharapkan
komunitas. Teori legitimasi bergantung pada premis bahwa terdapat “kontrak
sosial” antara perusahaan dengan masyarakat di mana perusahaan tersebut
beroperasi. Kontrak sosial adalah suatu cara untuk menjelaskan sejumlah
besar harapan masyarakat tentang
bagaimana seharusnya organisasi melaksanakan operasinya. Harapan sosial ini tidak
tetap, namun berubah seiring berjalannya waktu. Hal ini menuntut perusahaan
untuk responsif terhadap lingkungan di mana mereka beroperasi (Ihyaul, 2009).
Berdasarkan teori legitimasi (Ihyaul,
2009), organisasi harus secara berkelanjutan menunjukkan telah beroperasi dalam
perilaku yang konsisten dengan nilai sosial. Hal ini seringkali dapat dicapai
melalui pengungkapan (disclosure) dalam laporan perusahaan. Organisasi dapat
menggunakan disclosure untuk mendemostrasikan perhatian manajemen akan nilai sosial,
atau untuk mengarahkan kembali perhatian komunitas akan keberadaan pengaruh
negatif aktifitas organisasi. Sejumlah studi terdahulu melakukan penilaian atas
pengungkapan sukarela laporan tahunan dan memandang pelaporan informasi
lingkungan dan sosial sebagai metode yang digunakan organisasi untuk merespon
tekanan publik.
2. Posisi akuntan dalam lingkungan sosial ekonomi
akuntansi
Menurut Arfan dan Ishak (2005), Walaupun para
akademisi dan praktisi akuntan telah membahas bagaimana profesi mereka dapat memberikan
kontribusi pada tanggung jawab sosial perusahaan sebelum terjadinya gerakan
pada tahun 1960-an, kemajuan utama dalam bidang ini dibuat sejak akhir 1970-an.
Pada tahun
1960-an dan awal tahun 1970-an banyak yang memerhatikan kebutuhan akan akuntansi
sosial perusahaan. Robert Bayer menulis:
“pembatasan pada penggunaan udara dan air yang
“bebas”, juga merupakan masalah akuntansi sosial. Masyarakat kini menguji
biaya-biaya yang selalu ada. Biaya dalam hal kehidupan dan kematian, bangunan
dan benda seni yang hancur, pantai yang tercemar, daun-daun yang rusak, dan
berbagai dampak berbahaya lainnya dari polusi. Satu-satunya perbedaan adalah
bahwa biaya-biaya ini ditransfer sejauh mungkin dari komunitas secara luas
kepada pihak-pihak yang menimbulkannya dan memperoleh keuntungan
darinya.”(Bayer, 1972)
Secara ringkas, literatur awal sosial ekonomi
akuntansi (Arfan dan Ishak, 2005) menyatakan bahwa para akuntan diperlukan
untuk menghasilkan data mengenai tanggung jawab perusahaan dan bahwa ada
pihak-pihak lain yang berkepentingan (selain perusahaan) yang akan tertarik
akan data-data ini. Selanjutnya, literatur tersebut mengembangkan suatu
kerangka kerja teoritis untuk akuntansi sosial, termasuk skema pelaporan dan
audit sosial aktual.
Sosial
ekonomi akuntansi (socio economic
accounting) atau yang lebih sering disebut akuntansi sosial (Theodorus,
1986), merupakan proses penataan pengukuran dan pengungkapan dampak pengukuran
antara perusahaan dan lingkungan masyarakatnya. Akuntansi sosial merupakan
pengejewantahan tanggung jawab kemasyarakatan yang dipikul oleh perusahaan dan
merupakan suatu panggilan baru bagi pertanggungjawaban perusahaan secara umum.
Pertukaran
antara perusahaan dan masyarakat terutama terdiri atas pemakaian sumber-sumber
kemasyarakatan (social resources) oleh
perusahaan yang mengakibatkan timbulnya social
cost. Sebaliknya apabila kegiatan perusahaan meningkatkan social resources maka yang terjadi
adalah social benefit. Tujuan dari
akuntansi sosial adalah mengukur dan mengungkapkan social cost dan social
benefit kepada masyarakat yang ditimbulkan oleh kegiatan-kegiatan
perusahaan.
Perusahaan
sering mengabaikan dampak kegiatan-kegiatan produksinya terhadap masyarakat.
Dalam ilmu ekonomi (Theodorus, 1986), dampak ini diberi bermacam-macam nama
seperti “third party effects”, “spillover effects” atau lebih jelasnya
“external economis” kalau dampak itu menguntungkan, atau “external diseconomis”
kalau dampak itu merugikan, atau secara umum diistilahkan externalities.
Sampai
hari hari ini usaha para ahli ekonomi untuk menilai externalities suatu
perusahaan dalam jumlah uang selalu mengalami kegagalan karena beberapa sebab.
Pertama, kebanyakan externalities memang sukar diukur karena adanya mata rantai
sebab akibat yang sangat rumit. Disamping itu pula, social cost banyak
tergantung kepada besarnya persepsi dan kesadaran masyarakat tentang masalah
itu.
Kasulitan-kesulitan
yang disebutkan diatas dapat menjelaskan mengapa perusahaan enggan menganut
akuntansi sosial. Menurut Theodorus (1986), social cost yang utama bagi
perusahaan adalah:
1. Merosotnya
faktor kemanusiaan dalam produksi,
2. Pencemaran
udara,
3. Pencemaran
air,
4. Berkurangnya
dan rusaknya sumber-sumber hewani,
5. Berkurangnya
sumber-sumber energi sebelum waktunya,
6. Erosi,
berkurangnya kesuburan tanah, dan gundulnya hutan-hutan,
7. Pengangguran.
Theodorus
(1986) mengklasifikasikan ruang lingkup utama yang perlu diperhatikan oleh
perusahaan mengenai akuntansi sosial sebagai berikut:
1.
Keterlibatan masyarakat,
Meliputi kegiatan-kegiatan yang terutama sekali
akan memberikan manfaat kepada masyarakat secara luas, misalnya pembangunan dan
pembiayaan rumah-rumah, kegiatan-kegiatan kedermawanan, perencanaan dan
perbaikan kampung dan lain-lain.
2.
Sumber-sumber daya manusia,
Misalnya kegiatan-kegiatan yang memberi manfaat
kepada pegawai, program latihan dan peningkatan keterampilan, perbaikan keadaan
dan suasana kerja, dan lain-lain.
3.
Sumber-sumber fisik dan sumbangan-sumbangan lingkungan,
Dimaksudkan mutu udara dan air serta
pengendalian pencemaran dan polusi disamping pemeliharaan atau konservasi
sumber-sumber alam.
4.
Sumbangan barang dan jasa perusahan,
Dimaksudkan pertimbangan mengenai dampak dari
produk perusahaan terhadap masyarakat, yakni memperhatikan mutu, pembungkus,
iklan, dan lain-lain.
Tetapi
kita harus menyadari akuntansi sosial tidak diterima secara universal sebagai
suatu bidang oleh para akademisi dan praktisi akuntan, dan tidak semua orang
percaya bahwa perusahaan harus menghasilkan data akuntansi sosial. Masih banyak
yang harus diteliti untuk membenarkan keberadaan akuntansi sosial. Hal ini
terutama bagi para pengusaha yang berfikir liberal yang hanya memperhatikan
kepuasan individu tanpa memperhatikan dampak yang timbul dari setiap kegiatan
yang dilakukannya.
Tetapi setidaknya para akuntan harus
memahami ada faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam setiap laporan yang
dibuatnya. Tidak diakuinya akuntansi sosial secara umum tidak harus menyebabkan
para akuntan mundur dalam merumuskan kebijakan akuntansi sosial. Seperti
akuntansi manajemen yang fleksibel, maka seharusnya akuntansi sosial juga
dilaporkan dengan memahami kondisi di sekitar kita.
3.
Pendorong Munculnya Akuntansi Sosial
Menurut
Sofyan (1997), akuntansi sosial timbul karena adanya kecenderungan dari para
ahli untuk mengalihkan kesejahteraan individu ke arah kesejahteraan sosial.
Kecenderungan yang bergerak dari kegiatan mancari keuntungan sebesar-besarnya
tanpa melihat efek samping ke arah mencari laba yang berwawasan lingkungan.
Kecenderungan ini dapat kita lihat dari beberapa paradigma berikut:
a.
Kecenderungan terhadap kesejahteraan sosial
Sejarah
menunjukkan bahwa kelangsungan hidup manusia, kesejahteraan masyarakat yang
sebenarnya hanya dapat lahir dari sikap kerja sama antar unit-unit masyarakat
itu sendiri. Perusahaan tidak akan maju tanpa dukungan dari konsumen dan
lingkngan sosialnya. Kenyataan ini semakin disadari dan semakin dibutuhkan
pertanggungjawabannya. Untuk mengetahui keterkaitan antara perusahaan dan
lingkungan disekitarnya, mak akuntansi sosial ini sangat berperan.
b.
Kecenderungan terhadap kesadaran lingkungan
Ada
sebuah paradigma yang meyakini bahwa manusia adalah mahluk diantara macam-macam
mahkluk yang mendiami bumi yang saling mempunyai keterkaitan dan sebab akibat
dan dibatasi oleh sifat keterbatasan dunia itu sendiri, baik sosial, ekonomi
atau politik. Belakangan manusia semakin menyadari bahwa paradigma itu benar
dan bisa dijadikan pedoman, sehingga perhatian kepada lingkungan semakin besar.
c.
Persepektif ekosistem
Orientasi
yang terlalu diarahkan kepada pembangunan ekonomi, efisiensi, profit
maximization menimbulkan krisis ekosistem. Tanpa pembatasan terhadap tingkah
laku manusia maka akan menyebabkan terjadinya kerusakan dan kehancuran sehingga
terjadi ketidakseimbangan terhadap ekosistem. Perspektif terhadap ekosistem ini
mendorong lahirnya akuntansi sosial.
d.
Ekonomisasi vs sosialisasi
Ekonomisasi
mengarah perhatian hanya kepada kepuasan individual yang hanya mempertimbangkan
cost dan benefit tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat.sedangkan
sosialisasi memperhatikan fokusnya terhadap kepentingan sosial dan selalu
mempertimbangkan efek sosial yang ditimbulkan oleh kegiatannya. walau
sosialisasi ini belum tampak nyata namun pengaruh pemerintah dan tekanan sosial
cenderung menguntungkan kepentingan sosial. Akhirnya perlu alat ukur sampai
sejauh mana pengaruh perusahaan terhadap masyarakat sehingga lahirlah akuntansi
sosial.
4.
Pro kontra akuntansi sosial berkaitan dengan tanggung jawab sosial
perusahaan
Persoalan
apakah perusahaan perlu mempunyai tanggung jawab sosial atau tidak masih terus
merupakan perdebatan ilmiah. Masing-masing mengemukakan pendapat dan
dukungannya dan mengklaim bahwa idenya lah yang paling benar.
Menurut
Sofyan (1997), ada beberapa alasan pendukung agar perusahaan memiliki etika dan
tanggung jawab sosial, yaitu:
a)
Keterlibatan sosial merupakan respon terhadap keinginan dan harapan
masyarakat terhadap peranan perusahaan,
b)
Keterlibatan sosial mungkin akan memengaruhi perbaikan lingkungan,
masyarakat, yang mungkin akan menurunkan biaya produksi,
c)
Meningkatkan nama baik perusahaan, akan menimbulkan simpati langganan,
simpati karyawan, investor dan lain-lain,
d)
Menghindari campur tangan pemerintah dalam melindungi masyarakat,
e)
Dapat menunjukkan respon positif perusahaan terhadap norma dan nilai
yang berlaku dalam masyarakat,
f)
Sesuai dengan keinginan para pemegang saham dalam hal ini publik,
g)
Mengurangi tensi kebencian masyarakat terhadap perusahaan,
h)
Membantu kepentingan nasional.
Dipihak
lainalasan para penantang yang tidak menyetujui konsep tanggung jawab perusahaan
ini adalah sebagai berikut:
a)
Mengalihkan perhatian perusahaan dari tujuannya yaitu mencari laba,
b)
Memungkinkan keterlibatan perusahaan terhadap permainan kekuasaan atau
politik,
c)
Dapat menimbulkan lingkungan bisnis yang monolitik,
d)
Keterlibatan sosial memerlukan dana dan tenaga yang cukup besar
5.
Pelaporan eksternal akuntansi sosial
Kerangka
kerja akuntansi sosial belum secara penuh dikembangkan dan terdapat masalah
pengukuran yang cukup serius mengenai biaya dan manfaat. Meskipun demikian
sejumlah penulis telah menyarankan agar perusahaan melaporkan kinerja akuntansi
sosialnya baik secara internal maupun secara eksternal. Pelaporan dalam
akuntansi sosial berarti memuat informasi yang menyangkut dampak positif atau
negatif yang ditimbulkan oleh perusahaan. Berikut adalah sekedar contoh
pelaporan akuntansi sosial:
PT. Ezly
Bazliyah
Socio
Economic Operating Report
31
Desember 1993
(dalam
ribuan)
1.
Kaitan dengan masyarakat:
A. Perbaikan:
a. Pelatihan orang cacat
Rp. 20.000
b. Sumbangan pada lembaga pendidikan
Rp. 8.000
c. Biaya ekstra karena merekrut minoritas
Rp. 10.000
d. Biaya penitipan bayi Rp. 22.000
Total
perbaikan
Rp. 60.000
B. Kerusakan:
Penundaan
pemasangan alat pengaman Rp. 28.000
Perbaikan
(bersih) untuk masyarakat (I) Rp.
32.000
2.
Kaitan dengan lingkungan:
A. Perbaikan:
a. Reklamasi lahan dan pembuatan taman Rp. 140.000
b. Biaya pemasangan kontrol polusi Rp.
8.000
c. Biaya pematian racun limbah Rp. 18.000
Total
perbaikan Rp. 166.000
B. Kerusakan:
1. Biaya yang dikeluarkan untuk reklamasi pertambangan Rp. 160.000
2. Taksiran biaya pemasangan penetral racun air
Rp. 200.000
Total
kerusakan Rp. 360.000
C. Defisit (II) (Rp. 194.000)
3.
Kaitan dengan produk:
A. Perbaikan:
1. Gaji eksekutif sewaktu melayani komisi pengamanan produk
Rp. 50.000
2. Biaya pengganti cat beracun
Rp. 18.000
Total
perbaikan
Rp. 68.000
B. Kerusakan:
1. Pemasangan alat pengaman produksi Rp. 44.000 -
C. Net perbaikan (III)
Rp. 24.000
Total
socio economic defisit 1993 (I+II+III) (Rp. 138.000)
Saldo kumulatif net perbaikan 1.01.93 Rp. 498.000
Saldo kumulatif net perbaikan 31.12.1993 Rp. 360.000
sumber: Sofyan Syafri Harahap, 1991, “teori akuntansi”, hal.205
6.
Corporate social responsibility (CSR)
CSR adalah komitmen perusahaan untuk
memberikan kontribusi jangka panjang terhadap satu isu tertentu dimasyarakat
atau lingkungan untuk dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik. Kontribusi
dari perusahaan ini bisa berupa banyak hal, misalnya : bantuan dana, bantuan
tenaga ahli dari perusahaan, bantuan berupa barang, dan lain-lain.
Disini perlu dibedakan antara program
Corporate Social Responsibility dengan kegiatan charity. Kegiatan charity hanya
berlangsung sekali atau sementara waktu dan biasanya justru menimbulkan
ketergantungan publik terhadap perusahaan. Sementara, program Corporate Social
Responsibility merupakn program yang berkelanjutan dan bertujuan menciptakan
kemandirian publik.
Corporate Social Responsibility (CSR)
bertujuan untuk :
1. Building
Human Capital
Secara
internal, perusahaan dituntut untuk meciptakan SDM yang andal. Secara
eksternal, perusahaan dituntut untuk melakukan pemberdayaan masyarakat,
biasanya community development.
2. Strengthening
Economies
Perusahaan
dituntut untuk tidak menjadi kaya sendiri sementara komunitas di lingkungannya
miskin, mereka harus memberdayakan ekonomi sekitar. Yaitu dengan mengadakan
pelatihan kerja maupun pemberian beasiswa bagi penduduk yang berprestasi, dan
memberi bantuan modal usaha.
3. Assessing
Social Chesion
Perusahaan
dituntut untuk menjaga keharmonisan dengan sekitarnya agar tidak menimbulkan
konflik.
4. Encouraging
Good Governence
Dalam
menjalankan bisnisnya, perusahaan harus menjalankan tata kelola dengan baik.
5. Protecting
The Environment
Perusahaan
berupa keras menjaga kelestarian lingkungan.
Isu-isu terbaru tentang kepedulian dunia
usaha dengan lingkungannya :
1. Cause
Promotions
Cause
promotions ini dapat dilakukan dalam bentuk seperti meningkatkan awarness dan
corcern masyarakat terhadap satu isu tertentu. Mengajak masyarakat untuk
mencari tahu secara lebih mendalam mengenai suatu isu tertentu di masyarakat.
Mengajak masyarakat untuk menyumbangkan uang, waktu ataupun barang milik mereka
untuk membantu mengatasi dan mencegah suatu permasalahan tertentu. Mengajak
orang untuk ikut berpartisipasi dalam menyelenggarakan event tertentu, misalnya
: mengetahui gerak jalan, menandatangani petisi, dan lain-lain.
2. Cause-related
Marketing
Dalam cause related marketing ini,
perusahaan akan mengajak masyarakat untuk membeli atau menggunakan produknya,
baik itu barang ataupun jasa, dimana sebagaian dari keuntungan yang didapat
perusahaan akan didonsikan untuk membantu mengatasi atau mencegah maslah
tertentu.
3. Corporate
Social Marketing
Corporate
social marketing berfokus pada bidang-bidang dibawah ini, yaitu: Bidang
kesehatan, misalnya mengurangi kebiasaan merokok, HIV/AIDS, kanker dan
lain-lain. Bidang keselamatan, misalnya keselamatan berkendara, pengurangan
peredaran senjata api, dan lain-lain. Bidang lingkungan hidup, misalnya
konservasi air, polusi, pengurangan penggunaan pestisida. Bidang masyarakat,
misalnya memberikan suara dalam pemilu, menyumbangkan darah, perlindungan
hak-ahk binatang.
4. Corporate
Philanthrophy
Corporate Philanthrophy ini dilakukan
perusahaan dengan memberikan kontribusi/sumbangan secara langsung dalam bentuk
dana, jasa atau alat kepada pihak yang membutuhkan baik itu lembaga, maupun
perorangan ataupun kelompok tertentu.
5. Corporate
Volunteering
Community
Volunteering adalah bentuk corporate social respontibility di mana perusahaan
mendorong atau mengajak karyawannya iktu terlibat dalam program corporate
social respontibiliy yang sedang dijalankan dengan jalan mengkontribusikan
waktu dan tenaganya.
Keuntungan
Melakukan Program Corporate Social Respontibility yaitu :
1. Mempertahankan
dan mendongkrak reputasi dan image perusahaan.
2. Layak
mendapatkan social lincence to operate.
3. Mereduksi
resiko bisnis perusahaan .
4. Melebarkan
akses sumber daya.
5. Membentangkan
akses menuju market.
6. Mereduksi
biaya.
7. Memperbaiki
hubungan dengan stakeholder.
8. Memperbaiki
hubungan dengan regulator.
9. Meningkatkan
semangat dan poduktivitas karyawan.
10. Peluang
mendapat penghargaan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
1. KESIMPULAN
Dari
penjelasan diatas, maka dapat kita lihat bagaimana posisi akuntan dalam
kaitannya dengan sosial ekonomi akuntansi atau yang biasa kita sebut akuntansi
sosial. Akuntan bersama dengan praktisi dan akademisi adalah orang yang
mempunyai andil besar dalam merumuskan dan melaporkan pelaporan akuntansi.
Dalam
teori agensi, akuntan berperan sebagai agen yang ditunjuk oleh prinsipal
sebagai orang yang menjalankan perusahaan bersama dengan jajaran manajer
lainnya. Karena akuntan berperan sebagai agen maka akuntan mempunyai akses
informasi yang besar tentang perusahaan, para akuntan juga yang bisa mengetahui
secar lebih pasti apa yang harus dilakukan oleh perusahaan dan apa yang
dibutuhkan oleh massyarakat sekitar perusahaan terkait dengan akuntansi sosial.
Tetapi setidaknya para akuntan harus memahami
ada faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam setiap laporan yang dibuatnya.
Tidak diakuinya akuntansi sosial secara umum tidak harus menyebabkan para
akuntan mundur dalam merumuskan kebijakan akuntansi sosial. Seperti akuntansi
manajemen yang fleksibel, maka seharusnya akuntansi sosial juga dilaporkan
dengan memahami kondisi di sekitar kita
2.
SARAN
Makalah ini hanyalah sebuah ulasan yang sangat sederhana sekali, jadi tentunya
banyak sekali hal-hal yang belum tercantum dalam makalah ini. Tidak ada
salahnya untuk dosen pembimbing dan para pembaca yang
membaca makalah ini untuk lebih memberikan kritik dan menambahkan
beberapa masukan materi yang belum terdapat di makalah kami demi menyempurnakan ilmu dan pengetahuan kita
semua.
DAFTAR PUSTAKA
Ulum,
Ihyaul. 2009. Intellectual Capital.
Graha ilmu: Yogyakarta
Harahap,
Sofyan Syafri. 1997. Teori Akuntansi. Fajar
Interpratama Offset: Jakarta
Tuanakotta,
Theodorus M. 1986. Teori Akuntansi. Fekon
UI: Jakarta
Ikhsan, Arfan dan Muhammad Ishak.
2005. Akuntansi Keperilakuan. Salemba
Empat: Jakarta
Apa yang dimaksud dengan Social Economy Accounting (SEA) atau akuntansi sosial? Telkom University
BalasHapus