Kamis, 14 Juni 2012

Lingkungan Sosial Ekonomi Akuntansi


BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Selama ini perusahaan dianggap sebagai lembaga yang dapat memberikan banyak keuntungan bagi masyarakat. Ia bisa memberikan kesempatan kerja, menyediakan barang yang dibutuhkan masyarakat untuk dikonsumsi, ia membayar pajak, memberikan sumbangan, dan lain-lain. Karenanya perusahaan mendapat legitimasi bergerak leluasa melaksanakan kegiatannya.
Namun, lama kelamaan karena memang perusahaan ini dikenal juga sebagai “binatang ekonomi” yang mencari keuntungan sebesar-besarnya, akhirnya semakin disadari bahwa dampak yang dilakukannya terhadap masyarakat cukup besar dan semakin lama semakin besar yang sukar dikendalikan seperti polusi, keracunan, kebisingan, diskriminasi, pemaksaan, kesewenang-wenangan, dan produksi makanan haram. Dampak luar ini disebut Externalities.
Karena besarnya dampak externalities terhadap kehidupan masyarakat, masyarakat pun menginginkan agar dampak ini dikontrol sehingga dampak negatif, external diseconomy atau social cost yang ditimbulkannya tidak semakin besar. Dari sini berkembanglah ilmu akuntansi yang selama ini dikenal hanya memberikan inormasi tentang kegiatan perusahaan dengan pihak ketiga, maka dengan adanya tuntutan ini maka akuntansi bukan hanya merangkum informasi tentang hubungan perusahaan dengan pihak ketiga, tetapi juga dengan lingkungannya. Hubungan perusahaan dengan lingkungannya bersifat non-reciprocal artinya transaksi itu tidak menimbulkan prestasi timbal-balik dari pihak yang berhubungan. Ilmu akuntansi yang mencatat, mengukur, melaporkan, externalities ini disebut dengan Socio Economy Accounting (SEA) atau sebagian menyebutnya akuntansi sosial.
Ilmu Socio Economy Accounting (SEA) atau akuntansi sosial ini merupakan bidang ilmu akuntansi yang berfungsi dan mencoba mengindentifikasi, mengukur, menilai, melaporkan aspek-aspek social benefit dan social cost yang ditimbulkan oleh lembaga. Pengukuran ini pada akhirnya akan diupayakan sebagai informasi yang dijadikan dasar dalam proses pengambilan keputusan untuk meningkatkan peran lembaga, baik perusahaan atau yang lain untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan secara keseluruhan.
Defenisi dari Ahmed Belkaoui menyatakan bahwa “SEA timbul dari penerapan akuntansi dalam ilmu sosial, ini menyangkut peraturan, pengukuran analisis, dan pengungkapan pengaruh ekonomi dan sosial dari kegiatan pemerintah dan perusahaan. Hal ini termasuk kegiatan yang bersifat mikro dan makro. Pada tingkat makro bertujuan untuk mengukur dan mengungkapkan kegiatan ekonomi dan sosial negara mencakup social accounting dan reporting peranan akuntansi dalam pembangunan ekonomi. Pada tingkat mikro bertujuan untuk mengukur dan melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap lingkungannya, mencakup : financial dan managerial social accounting, social auditing.”
Social Economy Accounting merupakan pengukuran mengenai bagaimana efisiensi suatu sistem ekonomi berfungsi dan memberikan data periodik yang menyangkut indikasi posisi suatu negara menyangkut ukuran externalities. SEA sangat diperlukan dalam suatu sistem ekonomi yang bercirikan sintese, dari ekonomi antara Social Economy dan Institutional Economy. Social Economy mempunyai komitmen yang dalam terhadap kesejahteraan manusia dan keadilan, sedangkan institutionalist mempunyai komitmen yang besar terhadap pragmatisme dalam menganalsis sosial ekonomi masyarakat. Negara kita adalah negara yang memperjuangkan kesejahteraan rakyatnya, oleh karena itu SEA ini penting diterapkan bahkan diharuskan untuk diterapkan oleh semua perusahaan dan lembaga di negara kita.

2.      Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah :
1.      Memberi gambaran tentang posisi akuntan terhadap sosial ekonomi akuntansi,
2.      Memberi gambaran bagaimana solusi akuntan terhadap penerapan prinsip dan standar akuntansi,
3.      Memberi gambaran bagaimana pelaporan sosial ekonomi akuntansi,
4.      Memberi gambaran corporate social responsibility perusahaan terhadap isu-isu yang berkembang dimasyarakat.




BAB II
PEMBAHASAN

  1. Teori-Teori Yang Berkaitan Dengan Posisi Akuntan
1.1.Teori agensi
Menurut ikhsan dan ishak (2005), teori agensi didasarkan pada teori ekonomi. Dari sudut pandang  teori agensi, prinsipal (pemilik atau manajer puncak) membawahi agen (karyawan atau manajer yang lebih rendah) untuk melaksanakan kinerja yang efisien. Teori ini mengasumsikan kinerja yang efisien dan bahwa kinerja organisasi ditentukan oleh usaha dan pengaruh kondisi lingkungan.
Teori ini secara umum mengasumsikan bahwa prinsipal bersifat netral terhadap resiko dan sementara agen bersifat menolak usaha dan resiko. Agen dan prinsipal diasumsikan termotivasi oleh kepentingannya sendiri, dan sering kali kepentingan antara keduanya berbenturan. Menurut pandangan prinsipal, kompensasi yang diberikan kepada agen tersebut didasarkan pada hasil, sementara menurut pandangan agen, dia lebih suka jika sistem kompensasi tersebut tidak semata-mata melihat hasil tetapi juga tingkat usaha.
Adanya perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen menyebabkan timbulnya asimetri informasi, dimana agen lebih mengetahui kondisi riil perusahaan dibandingkan dengan prinsipal, sehingga prinsipal tidak tahu apakah usaha yang dilakukan agen memang sudah benar-benar optimal.

1.2.Teori stakeholder
Berdasarkan teori stakeholder (Ihyaul, 2009), manajemen organisasi diharapkan untuk melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh stakeholder mereka dan melaporkan kembali aktivitas-aktivitas tersebut pada stakeholder. Teori ini menyatakan bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk disediakan informasi tentang bagaimana aktivitas organisasi mempengaruhi mereka (sebagai contoh melalui polusi, sponsorship, inisiatif pengamanan, dan lain-lain), bahkan ketika mereka memilih untuk tidak menggunakan informasi tersebut dan bahkan ketika mereka tidak dapat secara langsung memainkan peran yang konstruktif dalam kelangsungan hidup organisasi.

Lebih lanjut Ihyaul (2009) menyatakan bahwa teori stakeholder menekankan akuntabilitas organisasi jauh melebihi kinerja keuangan atau ekonomi sederhana. Teori ini menyatakan bahwa organisasi akan memilih secara sukarela mengungkapkan informasi tentang kinerja lingkungan, sosial dan intelektual mereka, melebihi dan di atas permintaan wajibnya, untuk memenuhi ekspektasi sesungguhnya atau yang diakui oleh stakeholder.
Tujuan utama dari stakeholder adalah untuk membantu manajer korporasi mengerti lingkungan stakeholder mereka dan melakukan pengelolaan dengan lebih efektif di antara keberadaan hubungan-hubungan di lingkungan perusahaan mereka. Namun demikian, tujuan yang lebih luas dari teori stakeholder adalah untuk menolong manajer korporasi dalam meningkatkan nilai dari dampak aktifitas-aktifitas mereka, dan meminimalkan kerugian-kerugian bagi stakeholder. Pada kenyataannya, inti keseluruhan teori stakeholder terletak pada apa yang akan terjadi ketika korporasi dan stakeholder menjalankan hubungan mereka.
Teori stakeholder harus dipandang dari kedua bidangnya, yaitu baik bidang etika (moral) maupun bidang manajerial. Bidang etika berargumen bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk diperlakukan secara adil oleh organisasi, dan manajer harus mengelola organisasi untuk keuntungan seluruh stakeholder (Ihyaul, 2009). Ketika manajer mampu mengelola organisasi secara maksimal, khususnya dalam upaya penciptaan nilai bagi perusahaan, maka itu artinya manajer telah memenuhi aspek etika dari teori ini.
Penciptaan nilai (value cretion) dalam konteks ini adalah dengan memanfaatkan seluruh potensi yang dimiliki perusahaan, baik karyawan (human capital), aset fisik (physical capital), maupun structural capital. Pengelolaan yang baik atas seluruh potensi ini akan menciptakan value added bagi perusahaan yang kemudian dapat mendorong kinerja keuangan perusahaan untuk kepentingan stakeholder.
Bidang manajerial dari teori stakeholder berpendapat bahwa kekuatan stakeholder untuk mempengaruhi manajemen korporasi harus dipandang sebagai fungsi dari tingkat pengendalian stakeholder atas sumber daya yang dibutuhkan organisasi (Ihyaul, 2009 ). Ketika para stakeholder berupaya untuk mengendalikan sumber daya organisasi, maka orientasinya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Kesejahteraan tersebut diwujudkan dengan semakin tingginya return yang dihasilkan oleh organisasi.
Dalam konteks ini, para stakeholder berkepentingan untuk mempengaruhi manajemen dalam proses pemanfaatan seluruh potensi yang dimiliki oleh organisasi. Karena hanya dengan pengelolaan yang baik dan maksimal atas seluruh potensi inilah organisasi akan dapat menciptakan value added untuk kemudian mendorong kinerja keuangan perusahaan yang merupakan orientasi para stakeholder dalam mengintervensi manajemen.
1.3.Teori legitimasi
Teori leigitimasi berhubungan erat dengan teori stakeholder. Teori legitimasi menyatakan bahwa organisasi secara berkelanjutan mencari cara untuk menjamin operasi mereka berada dalam batas dan norma yang berlaku di masyarakat (Ihyaul, 2009). Menurut Ihyaul (2009), dalam perspektif teori legitimasi, suatu perusahaan akan secara sukarela melaporkan aktifitasnya jika manajemen menganggap bahwa hal ini adalah yang diharapkan komunitas. Teori legitimasi bergantung pada premis bahwa terdapat “kontrak sosial” antara perusahaan dengan masyarakat di mana perusahaan tersebut beroperasi. Kontrak sosial adalah suatu cara untuk menjelaskan sejumlah besar  harapan masyarakat tentang bagaimana seharusnya organisasi melaksanakan operasinya. Harapan sosial ini tidak tetap, namun berubah seiring berjalannya waktu. Hal ini menuntut perusahaan untuk responsif terhadap lingkungan di mana mereka beroperasi (Ihyaul, 2009).
Berdasarkan teori legitimasi (Ihyaul, 2009), organisasi harus secara berkelanjutan menunjukkan telah beroperasi dalam perilaku yang konsisten dengan nilai sosial. Hal ini seringkali dapat dicapai melalui pengungkapan (disclosure) dalam laporan perusahaan. Organisasi dapat menggunakan disclosure untuk mendemostrasikan perhatian manajemen akan nilai sosial, atau untuk mengarahkan kembali perhatian komunitas akan keberadaan pengaruh negatif aktifitas organisasi. Sejumlah studi terdahulu melakukan penilaian atas pengungkapan sukarela laporan tahunan dan memandang pelaporan informasi lingkungan dan sosial sebagai metode yang digunakan organisasi untuk merespon tekanan publik.

2.      Posisi akuntan dalam lingkungan sosial ekonomi akuntansi
Menurut Arfan dan Ishak (2005), Walaupun para akademisi dan praktisi akuntan telah membahas bagaimana profesi mereka dapat memberikan kontribusi pada tanggung jawab sosial perusahaan sebelum terjadinya gerakan pada tahun 1960-an, kemajuan utama dalam bidang ini dibuat sejak akhir 1970-an.
                        Pada tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an banyak yang memerhatikan kebutuhan akan akuntansi sosial perusahaan. Robert Bayer menulis:
“pembatasan pada penggunaan udara dan air yang “bebas”, juga merupakan masalah akuntansi sosial. Masyarakat kini menguji biaya-biaya yang selalu ada. Biaya dalam hal kehidupan dan kematian, bangunan dan benda seni yang hancur, pantai yang tercemar, daun-daun yang rusak, dan berbagai dampak berbahaya lainnya dari polusi. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa biaya-biaya ini ditransfer sejauh mungkin dari komunitas secara luas kepada pihak-pihak yang menimbulkannya dan memperoleh keuntungan darinya.”(Bayer, 1972)

                        Secara ringkas, literatur awal sosial ekonomi akuntansi (Arfan dan Ishak, 2005) menyatakan bahwa para akuntan diperlukan untuk menghasilkan data mengenai tanggung jawab perusahaan dan bahwa ada pihak-pihak lain yang berkepentingan (selain perusahaan) yang akan tertarik akan data-data ini. Selanjutnya, literatur tersebut mengembangkan suatu kerangka kerja teoritis untuk akuntansi sosial, termasuk skema pelaporan dan audit sosial aktual.
                        Sosial ekonomi akuntansi (socio economic accounting) atau yang lebih sering disebut akuntansi sosial (Theodorus, 1986), merupakan proses penataan pengukuran dan pengungkapan dampak pengukuran antara perusahaan dan lingkungan masyarakatnya. Akuntansi sosial merupakan pengejewantahan tanggung jawab kemasyarakatan yang dipikul oleh perusahaan dan merupakan suatu panggilan baru bagi pertanggungjawaban perusahaan secara umum.
                        Pertukaran antara perusahaan dan masyarakat terutama terdiri atas pemakaian sumber-sumber kemasyarakatan (social resources) oleh perusahaan yang mengakibatkan timbulnya social cost. Sebaliknya apabila kegiatan perusahaan meningkatkan social resources maka yang terjadi adalah social benefit. Tujuan dari akuntansi sosial adalah mengukur dan mengungkapkan social cost dan social benefit kepada masyarakat yang ditimbulkan oleh kegiatan-kegiatan perusahaan.
                        Perusahaan sering mengabaikan dampak kegiatan-kegiatan produksinya terhadap masyarakat. Dalam ilmu ekonomi (Theodorus, 1986), dampak ini diberi bermacam-macam nama seperti “third party effects”, “spillover effects” atau lebih jelasnya “external economis” kalau dampak itu menguntungkan, atau “external diseconomis” kalau dampak itu merugikan, atau secara umum diistilahkan externalities.
                        Sampai hari hari ini usaha para ahli ekonomi untuk menilai externalities suatu perusahaan dalam jumlah uang selalu mengalami kegagalan karena beberapa sebab. Pertama, kebanyakan externalities memang sukar diukur karena adanya mata rantai sebab akibat yang sangat rumit. Disamping itu pula, social cost banyak tergantung kepada besarnya persepsi dan kesadaran masyarakat tentang masalah itu.
                        Kasulitan-kesulitan yang disebutkan diatas dapat menjelaskan mengapa perusahaan enggan menganut akuntansi sosial. Menurut Theodorus (1986), social cost yang utama bagi perusahaan adalah:
1.      Merosotnya faktor kemanusiaan dalam produksi,
2.      Pencemaran udara,
3.      Pencemaran air,
4.      Berkurangnya dan rusaknya sumber-sumber hewani,
5.      Berkurangnya sumber-sumber energi sebelum waktunya,
6.      Erosi, berkurangnya kesuburan tanah, dan gundulnya hutan-hutan,
7.      Pengangguran.
Theodorus (1986) mengklasifikasikan ruang lingkup utama yang perlu diperhatikan oleh perusahaan mengenai akuntansi sosial sebagai berikut:
1.    Keterlibatan masyarakat,
Meliputi kegiatan-kegiatan yang terutama sekali akan memberikan manfaat kepada masyarakat secara luas, misalnya pembangunan dan pembiayaan rumah-rumah, kegiatan-kegiatan kedermawanan, perencanaan dan perbaikan kampung dan lain-lain.
2.    Sumber-sumber daya manusia,
Misalnya kegiatan-kegiatan yang memberi manfaat kepada pegawai, program latihan dan peningkatan keterampilan, perbaikan keadaan dan suasana kerja, dan lain-lain.
3.    Sumber-sumber fisik dan sumbangan-sumbangan lingkungan,
Dimaksudkan mutu udara dan air serta pengendalian pencemaran dan polusi disamping pemeliharaan atau konservasi sumber-sumber alam.
4.    Sumbangan barang dan jasa perusahan,
Dimaksudkan pertimbangan mengenai dampak dari produk perusahaan terhadap masyarakat, yakni memperhatikan mutu, pembungkus, iklan, dan lain-lain.
             Tetapi kita harus menyadari akuntansi sosial tidak diterima secara universal sebagai suatu bidang oleh para akademisi dan praktisi akuntan, dan tidak semua orang percaya bahwa perusahaan harus menghasilkan data akuntansi sosial. Masih banyak yang harus diteliti untuk membenarkan keberadaan akuntansi sosial. Hal ini terutama bagi para pengusaha yang berfikir liberal yang hanya memperhatikan kepuasan individu tanpa memperhatikan dampak yang timbul dari setiap kegiatan yang dilakukannya.
            Tetapi setidaknya para akuntan harus memahami ada faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam setiap laporan yang dibuatnya. Tidak diakuinya akuntansi sosial secara umum tidak harus menyebabkan para akuntan mundur dalam merumuskan kebijakan akuntansi sosial. Seperti akuntansi manajemen yang fleksibel, maka seharusnya akuntansi sosial juga dilaporkan dengan memahami kondisi di sekitar kita.

3.    Pendorong Munculnya Akuntansi Sosial
            Menurut Sofyan (1997), akuntansi sosial timbul karena adanya kecenderungan dari para ahli untuk mengalihkan kesejahteraan individu ke arah kesejahteraan sosial. Kecenderungan yang bergerak dari kegiatan mancari keuntungan sebesar-besarnya tanpa melihat efek samping ke arah mencari laba yang berwawasan lingkungan. Kecenderungan ini dapat kita lihat dari beberapa paradigma berikut:
a.       Kecenderungan terhadap kesejahteraan sosial
            Sejarah menunjukkan bahwa kelangsungan hidup manusia, kesejahteraan masyarakat yang sebenarnya hanya dapat lahir dari sikap kerja sama antar unit-unit masyarakat itu sendiri. Perusahaan tidak akan maju tanpa dukungan dari konsumen dan lingkngan sosialnya. Kenyataan ini semakin disadari dan semakin dibutuhkan pertanggungjawabannya. Untuk mengetahui keterkaitan antara perusahaan dan lingkungan disekitarnya, mak akuntansi sosial ini sangat berperan.


b.      Kecenderungan terhadap kesadaran lingkungan
            Ada sebuah paradigma yang meyakini bahwa manusia adalah mahluk diantara macam-macam mahkluk yang mendiami bumi yang saling mempunyai keterkaitan dan sebab akibat dan dibatasi oleh sifat keterbatasan dunia itu sendiri, baik sosial, ekonomi atau politik. Belakangan manusia semakin menyadari bahwa paradigma itu benar dan bisa dijadikan pedoman, sehingga perhatian kepada lingkungan semakin besar.
c.       Persepektif ekosistem
            Orientasi yang terlalu diarahkan kepada pembangunan ekonomi, efisiensi, profit maximization menimbulkan krisis ekosistem. Tanpa pembatasan terhadap tingkah laku manusia maka akan menyebabkan terjadinya kerusakan dan kehancuran sehingga terjadi ketidakseimbangan terhadap ekosistem. Perspektif terhadap ekosistem ini mendorong lahirnya akuntansi sosial.
d.      Ekonomisasi vs sosialisasi
            Ekonomisasi mengarah perhatian hanya kepada kepuasan individual yang hanya mempertimbangkan cost dan benefit tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat.sedangkan sosialisasi memperhatikan fokusnya terhadap kepentingan sosial dan selalu mempertimbangkan efek sosial yang ditimbulkan oleh kegiatannya. walau sosialisasi ini belum tampak nyata namun pengaruh pemerintah dan tekanan sosial cenderung menguntungkan kepentingan sosial. Akhirnya perlu alat ukur sampai sejauh mana pengaruh perusahaan terhadap masyarakat sehingga lahirlah akuntansi sosial.

4.      Pro kontra akuntansi sosial berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan
            Persoalan apakah perusahaan perlu mempunyai tanggung jawab sosial atau tidak masih terus merupakan perdebatan ilmiah. Masing-masing mengemukakan pendapat dan dukungannya dan mengklaim bahwa idenya lah yang paling benar.
            Menurut Sofyan (1997), ada beberapa alasan pendukung agar perusahaan memiliki etika dan tanggung jawab sosial, yaitu:
a)      Keterlibatan sosial merupakan respon terhadap keinginan dan harapan masyarakat terhadap peranan perusahaan,
b)      Keterlibatan sosial mungkin akan memengaruhi perbaikan lingkungan, masyarakat, yang mungkin akan menurunkan biaya produksi,
c)      Meningkatkan nama baik perusahaan, akan menimbulkan simpati langganan, simpati karyawan, investor dan lain-lain,
d)     Menghindari campur tangan pemerintah dalam melindungi masyarakat,
e)      Dapat menunjukkan respon positif perusahaan terhadap norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat,
f)       Sesuai dengan keinginan para pemegang saham dalam hal ini publik,
g)      Mengurangi tensi kebencian masyarakat terhadap perusahaan,
h)      Membantu kepentingan nasional.
            Dipihak lainalasan para penantang yang tidak menyetujui konsep tanggung jawab perusahaan ini adalah sebagai berikut:
a)      Mengalihkan perhatian perusahaan dari tujuannya yaitu mencari laba,
b)      Memungkinkan keterlibatan perusahaan terhadap permainan kekuasaan atau politik,
c)      Dapat menimbulkan lingkungan bisnis yang monolitik,
d)     Keterlibatan sosial memerlukan dana dan tenaga yang cukup besar

5.    Pelaporan eksternal akuntansi sosial
            Kerangka kerja akuntansi sosial belum secara penuh dikembangkan dan terdapat masalah pengukuran yang cukup serius mengenai biaya dan manfaat. Meskipun demikian sejumlah penulis telah menyarankan agar perusahaan melaporkan kinerja akuntansi sosialnya baik secara internal maupun secara eksternal. Pelaporan dalam akuntansi sosial berarti memuat informasi yang menyangkut dampak positif atau negatif yang ditimbulkan oleh perusahaan. Berikut adalah sekedar contoh pelaporan akuntansi sosial:







PT. Ezly Bazliyah
Socio Economic Operating Report
31 Desember 1993
(dalam ribuan)

 

1.      Kaitan dengan masyarakat:
A.  Perbaikan:
a.       Pelatihan orang cacat                                                                           Rp. 20.000
b.      Sumbangan pada lembaga pendidikan                                                 Rp.   8.000
c.       Biaya ekstra karena merekrut minoritas                                                           Rp. 10.000
d.      Biaya penitipan bayi                                                                              Rp. 22.000
Total perbaikan                                                                                          Rp. 60.000

B.  Kerusakan:
Penundaan pemasangan alat pengaman                                                     Rp. 28.000
Perbaikan (bersih) untuk masyarakat (I)                                                    Rp. 32.000

2.      Kaitan dengan lingkungan:
A.  Perbaikan:
a.       Reklamasi lahan dan pembuatan taman                                                           Rp. 140.000
b.      Biaya pemasangan kontrol polusi                                                        Rp.     8.000
c.       Biaya pematian racun limbah                                                              Rp.    18.000
Total perbaikan                                                                                          Rp. 166.000

B.  Kerusakan:
1.      Biaya yang dikeluarkan untuk reklamasi pertambangan                                  Rp. 160.000
2.      Taksiran biaya pemasangan penetral racun air                                     Rp. 200.000
Total kerusakan                                                                                         Rp. 360.000
C.  Defisit (II)                                                                                                 (Rp. 194.000)

3.      Kaitan dengan produk:
A.  Perbaikan:
1.      Gaji eksekutif sewaktu melayani komisi pengamanan produk              Rp. 50.000
2.      Biaya pengganti cat beracun                                                                Rp. 18.000
Total perbaikan                                                                                          Rp. 68.000


B.  Kerusakan:
1.      Pemasangan alat pengaman produksi                                                    Rp. 44.000 -

C.  Net perbaikan (III)                                                                                      Rp. 24.000

Total socio economic defisit 1993 (I+II+III)                                                        (Rp. 138.000)

Saldo kumulatif net perbaikan 1.01.93                                                                         Rp. 498.000

Saldo kumulatif net perbaikan 31.12.1993                                                       Rp. 360.000
 


sumber: Sofyan Syafri Harahap, 1991, “teori akuntansi”, hal.205


6.    Corporate social responsibility (CSR)
CSR adalah komitmen perusahaan untuk memberikan kontribusi jangka panjang terhadap satu isu tertentu dimasyarakat atau lingkungan untuk dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik. Kontribusi dari perusahaan ini bisa berupa banyak hal, misalnya : bantuan dana, bantuan tenaga ahli dari perusahaan, bantuan berupa barang, dan lain-lain.
Disini perlu dibedakan antara program Corporate Social Responsibility dengan kegiatan charity. Kegiatan charity hanya berlangsung sekali atau sementara waktu dan biasanya justru menimbulkan ketergantungan publik terhadap perusahaan. Sementara, program Corporate Social Responsibility merupakn program yang berkelanjutan dan bertujuan menciptakan kemandirian publik.
Corporate Social Responsibility (CSR) bertujuan untuk :
1.      Building Human Capital
Secara internal, perusahaan dituntut untuk meciptakan SDM yang andal. Secara eksternal, perusahaan dituntut untuk melakukan pemberdayaan masyarakat, biasanya community development.
2.      Strengthening Economies
Perusahaan dituntut untuk tidak menjadi kaya sendiri sementara komunitas di lingkungannya miskin, mereka harus memberdayakan ekonomi sekitar. Yaitu dengan mengadakan pelatihan kerja maupun pemberian beasiswa bagi penduduk yang berprestasi, dan memberi bantuan modal usaha.
3.      Assessing Social Chesion
Perusahaan dituntut untuk menjaga keharmonisan dengan sekitarnya agar tidak menimbulkan konflik.
4.      Encouraging Good Governence
Dalam menjalankan bisnisnya, perusahaan harus menjalankan tata kelola dengan baik.
5.      Protecting The Environment
Perusahaan berupa keras menjaga kelestarian lingkungan.



Isu-isu terbaru tentang kepedulian dunia usaha dengan lingkungannya :
1.      Cause Promotions
Cause promotions ini dapat dilakukan dalam bentuk seperti meningkatkan awarness dan corcern masyarakat terhadap satu isu tertentu. Mengajak masyarakat untuk mencari tahu secara lebih mendalam mengenai suatu isu tertentu di masyarakat. Mengajak masyarakat untuk menyumbangkan uang, waktu ataupun barang milik mereka untuk membantu mengatasi dan mencegah suatu permasalahan tertentu. Mengajak orang untuk ikut berpartisipasi dalam menyelenggarakan event tertentu, misalnya : mengetahui gerak jalan, menandatangani petisi, dan lain-lain.
2.      Cause-related Marketing
Dalam cause related marketing ini, perusahaan akan mengajak masyarakat untuk membeli atau menggunakan produknya, baik itu barang ataupun jasa, dimana sebagaian dari keuntungan yang didapat perusahaan akan didonsikan untuk membantu mengatasi atau mencegah maslah tertentu.
3.      Corporate Social Marketing
Corporate social marketing berfokus pada bidang-bidang dibawah ini, yaitu: Bidang kesehatan, misalnya mengurangi kebiasaan merokok, HIV/AIDS, kanker dan lain-lain. Bidang keselamatan, misalnya keselamatan berkendara, pengurangan peredaran senjata api, dan lain-lain. Bidang lingkungan hidup, misalnya konservasi air, polusi, pengurangan penggunaan pestisida. Bidang masyarakat, misalnya memberikan suara dalam pemilu, menyumbangkan darah, perlindungan hak-ahk binatang.
4.      Corporate Philanthrophy
 Corporate Philanthrophy ini dilakukan perusahaan dengan memberikan kontribusi/sumbangan secara langsung dalam bentuk dana, jasa atau alat kepada pihak yang membutuhkan baik itu lembaga, maupun perorangan ataupun kelompok tertentu.
5.      Corporate Volunteering
Community Volunteering adalah bentuk corporate social respontibility di mana perusahaan mendorong atau mengajak karyawannya iktu terlibat dalam program corporate social respontibiliy yang sedang dijalankan dengan jalan mengkontribusikan waktu dan tenaganya.

Keuntungan Melakukan Program Corporate Social Respontibility yaitu :
1.      Mempertahankan dan mendongkrak reputasi dan image perusahaan.
2.      Layak mendapatkan social lincence to operate.
3.      Mereduksi resiko bisnis perusahaan .
4.      Melebarkan akses sumber daya.
5.      Membentangkan akses menuju market.
6.      Mereduksi biaya.
7.      Memperbaiki hubungan dengan stakeholder.
8.      Memperbaiki hubungan dengan regulator.
9.      Meningkatkan semangat dan poduktivitas karyawan.
10.  Peluang mendapat penghargaan.























BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

1.      KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas, maka dapat kita lihat bagaimana posisi akuntan dalam kaitannya dengan sosial ekonomi akuntansi atau yang biasa kita sebut akuntansi sosial. Akuntan bersama dengan praktisi dan akademisi adalah orang yang mempunyai andil besar dalam merumuskan dan melaporkan pelaporan akuntansi.
Dalam teori agensi, akuntan berperan sebagai agen yang ditunjuk oleh prinsipal sebagai orang yang menjalankan perusahaan bersama dengan jajaran manajer lainnya. Karena akuntan berperan sebagai agen maka akuntan mempunyai akses informasi yang besar tentang perusahaan, para akuntan juga yang bisa mengetahui secar lebih pasti apa yang harus dilakukan oleh perusahaan dan apa yang dibutuhkan oleh massyarakat sekitar perusahaan terkait dengan akuntansi sosial.
Tetapi setidaknya para akuntan harus memahami ada faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam setiap laporan yang dibuatnya. Tidak diakuinya akuntansi sosial secara umum tidak harus menyebabkan para akuntan mundur dalam merumuskan kebijakan akuntansi sosial. Seperti akuntansi manajemen yang fleksibel, maka seharusnya akuntansi sosial juga dilaporkan dengan memahami kondisi di sekitar kita

2.      SARAN
Makalah ini hanyalah sebuah ulasan  yang sangat sederhana sekali, jadi tentunya banyak sekali hal-hal yang belum tercantum dalam makalah ini. Tidak ada salahnya untuk dosen pembimbing dan para pembaca  yang  membaca makalah ini untuk lebih memberikan kritik dan menambahkan beberapa masukan materi yang belum terdapat di makalah kami  demi menyempurnakan ilmu dan pengetahuan kita semua.



DAFTAR PUSTAKA
Ulum, Ihyaul. 2009. Intellectual Capital. Graha ilmu: Yogyakarta
Harahap, Sofyan Syafri. 1997. Teori Akuntansi. Fajar Interpratama Offset: Jakarta
Tuanakotta, Theodorus M. 1986. Teori Akuntansi. Fekon UI: Jakarta
Ikhsan, Arfan dan Muhammad Ishak. 2005. Akuntansi Keperilakuan. Salemba Empat: Jakarta

1 komentar: